Laporan Praktikum Besar Hari/Tanggal : Senin/
28 Desember
2012
m.k. Fisiologi Reproduksi
PEMIJAHAN DAN
EMBRIOGENESIS
IKAN LELE Clarias sp.
Intan Kurnia Sakarosa C14100056
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar
yang sangat digemari masyarakat Indonesia. Menurut KKP (2011), produksi ikan
lele mencapai 337.577 ton atau meningkat sebesar 39,03%. Peningkatan produksi
lele pada tahun 2011 menurun dibandingkan dengan tahun 2010 yang peningkatannya
mencapai 67,74%. Permintaan pasar yang relatif tinggi serta harga yang cenderung
stabil menjadikan ikan ini menjadi komoditas favorit di sebagian
kalangan pembudidaya. Untuk memenuhi permintaan pasar
tersebut, penyediaan benih berkualitas dalam jumlah memadai perlu dilakukan
melalui penggunaan teknik pemijahan induk yang
tepat.
Pemijahan merupakan proses keluarnya
sel kelamin atau sel gamet dari dalam tubuh. Pemijahan pada ikan lele dapat
dilakukan secara alami, semi alami maupun buatan. Sebelum dipjahkan induk ikan
lele harus dilakukan seleksi terlebih dahulu, supaya kualitas dan kuantitas
telur yang dihasilkan bagus. Rasio indukan yang digunakan untuk pemijahan yaitu
1:1. Menurut Rosyatin (2012). Jumlah indukan jantan dan betina yang digunakan
dalam proses pemijahan yaitu 1:1 dengan bobot yang hamper sama, hal tersebut
bertujuan untuk mengurangi tingkat kanibalisme ikan lele itu sendiri.
Embriogenesis berguna untuk
mengetahui fase perkembangan embrio suatu makhluk hidup. Informasi yang
diperoleh dari proses embriogenesis akan berguna untuk rekayasa genetika, pemuliaan ikan,
ataupun keperluan lainnya. Dalam pemijahan ikan, umumnya digunakan tiga jenis
teknik, yaitu teknik pemijahan alami, semi-alami, dan buatan. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan
untuk mencari pengaruh teknik pemijahan yang berbeda.
1.2
Tujuan
Praktikum
kali ini akan melihat pengaruh teknik pemijahan yang berbeda terhadap proses
embriogenesis ikan lele dan Mencari pengaruh teknik pemijahan yang berbeda
terhadap embriogenesis ikan lele (Clarias
sp.).
II. METODOLOGI
2.1
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan
pada hari Jumat tanggal 7 Desember 2012. Pukul 18.30 WIB sampai hari Sabtu
tanggal 8 Desember 2012 pukul 24.00 WIB.
Praktikum ini bertempat di kolam percobaan Babakan dan pengamatan
embriogenesisinya dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budi daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
2.2
Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum ini antara lain jaring, timbangan, bak pemijahan
dengan ukuran 1.5 m x 1 m x 1 m, kakaban, ember, saringan, sapu lidi, sikat
gelas objek, mikroskop, pipet dan gelas film, sedangkan bahan yang digunakan
antara lain: ikan Lele
jantan dengan ukuran 550 gram dan 825 gram, sedangkan ikan lele betina dengan
ukuran 490 gram dan 625 gram , larutan fisiologis, dan air untuk media hidup ikan.
2.3 Prosedur kerja
2.3.1 Persiapan Wadah
Persiapan
wadah yang dilakukan untuk pemijahan ikan lele secara alami diawali dengan pembersihan kolam pemijahan dengan sapu lidi, sikat yang
dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu kolam pemijahan diisi air sampai
setengah dari tinggi bak pemijahan.
2.3.2 Seleksi
Induk
Induk yang akan digunakan untuk pemijahan diseleksi terlebih dahulu. Bobot induk untuk betina
yaitu 490 gram dan jantannya 550 gram untuk bak pemijahan pertama, sedangkan
untuk bak pemijahan yang kedua, bobot induk betina yaitu 625 gram dan jantannya 825 gram. Induk betina yang dipilih yaitu induk yang mempunyai
ukuran perut yang besar , lembek dan apabila distipping akan keluar
cairan bening dan jika di striping terlalu berlebihan akan menyebabkan telur
ikan akan keluar, sedangkan induk jantan yang dipilih yaitu jantan yang
mempunyai papilla berwarna merah dan agresif . Perbandingan induk yang akan dipijahkan
yaitu 1:1, satu jantan dan satu betina.
2.3.3 Pemijahan
Pemijahan
ikan lele secara alami dilakukan dengan cara dimasukkannya ikan lele jantan dan betina dengan rasio 1:1 di bak
pemijahan dengan ukuan 1.5 m x 1 m x 1 m, yang sebelumnya dilakukan pemasangan kakaban sebanyak 5 buah sebagai substrat penempelan telur. Selanjutnya tunggu ikan
sampai mijah, waktu pemijahan membutuhkan waktu 10-15 jam. Menurut Rosyatin
(2012). Waktu yang digunakan untuk pemijahan ikan lele tergantung bobot tubuh
ikan, kondisi fisiologis ikan dan kondisi lingkungan ikan, rata-rata ikan lele
akan melakukan pemijahan selama 8-15, setelah ikan dicampurkan.
2.4 Parameter
yang diamati
2.4.1 Fekunditas
Penghitungan
fekunditas dilakukan dengan sampling. Kakaban yang ditempeli telur dipotong
dengan ukuran 10cm x 10cm. Kemudian diletakkan potongan tersebut di akuarium
kecil dan dihitung jumlah telur yang menempel dengan perhitungan manual.
Menurut Sumandinata (1981). Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan
oleh 1 Kg induk. Kemudian fekunditas dapat dihitung dengan rumus berikut:
Fekunditas =
2.4.2 Gonadasomatic Index
Penghitungan
GSI diawali dengan menghitung bobot
induk lele betina sebelum dan sesudah memijah. Nilai GSI digunakan untuk
memprediksi kapan ikan tersebut akan siap dilakukannya pemijahan Nilai GSI
tersebut akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadinya
pemijahan Setelah itu GSI dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
GSI=
Keterangan:
Satuan bobot ikan dalam gram (g).
2.4.3 Fertilization rate
Penghitungan FR
dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang dibuahi pada kakaban sampling
kemudian dibandingkan dengan jumlah total telur yang ada di kakaban sampling.
Menurut Sumandinata (1981), FR merupakan derajat pembuahan telur yang dilakukan
oleh induk jantan, nilai FR ini tergantung pada kualitas telur dan kualitas
maupun kuantitas sperma. Nilai FR dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
FR = x 100%
2.4.4 Hatching Rate
Penghitungan HR
dilakukan 2 hari setelah penghitungan FR. HR merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk melihat derajat penetasan telur (Sumandinata 1981). HR dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:
HR = x 100%
2.4.5 Embriogenesis
Pengamatan
embriogenesis ikan lele dimulai sekitar pukul 7.00 WIB dengan menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 40 x 10. Pengamatan dilakukan
oleh tiap shift. Selama pengamatan embryogenesis berlangsung dilakukan proses
dokumentasi. Pengamatan dilakukan hingga telur ikan lele menetas.
2.4.6 Survival Rate
Penghitungan SR
dilakukan sampai yolk pada larva habis. SR merupakan nilai derajat kelangsungan hidup. Nilai SR dapat
dihitung dengan rumus berikut:
SR = x 100%
2.5 Analisis
data
Data yang
diperoleh dari praktikum dianalisis menggunakan Microsoft Excel dan disajikan
dalam bentuk tabel.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Dari
praktikum yang telah dilakukan mengenai
embryogenesis
paa ikan lele (Clarias sp.) diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah :
Tabel 1. Embriogenesis pada ikan lele Clarias sp.
Waktu
|
Tahap Perkembangan
|
Gambar pengamatan
|
Gambar Literatur
|
07.21
|
2 sel
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
07.39
|
4 sel
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
07.42
|
8 sel
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
07.44
|
16 sel
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
07.47
|
32 sel
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
08.44
|
Morula
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
10.14
|
Blastula
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
13.18
|
Grastula
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
19.14
|
Perkembangan tulang belakang
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
19.40
|
Perkembangan sirip kaudal
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
04.05
|
Perkembangan mata
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
07.08
|
Penetasan
|
|
Sumber: Sary
(2010)
|
Berdasarkan
tabel 1 di
atas dapat diketahui bahwa setiap beberapa jam sekali terjadi pembelahan dari pembelahan
2 sel sampai terjadi pembelahan 32 sel. Tidak hanya itu, juga terjadi proses
embrogenesis dari morula, blastula, gastrula sampai terjadinya penetasan.
Dari
praktikum yang telah dilakukan mengenai
pemijahan
ikan lele diperoleh hasil fekunditas seperti pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Fekunditas Ikan
lele Clarias sp.
No
|
Spesies
|
Perlakuan
|
Fekunditas (butir/kg)
|
Fekunditas Literatur (butir/kg)
|
Sumber
Literature
|
1
|
Ikan Lele Clarias sp.
|
Alami
|
43061
|
40000-60000
|
Sary (2010)
|
7210
|
|||||
Semi alami
|
43080
|
40000-60000
|
Sary (2010)
|
||
76650
|
|||||
Buatan
|
51074
|
40000-60000
|
Sary (2010)
|
||
61700
|
Berdasarkan
tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa fekunditas ikan lele tertinggi pada perlakuan semi alami
ulangan ke-2 sebesar 76650 butir/kg, sedangkan yang terendah pada perlakuan
alami ulangan ke-1 sebesar 7210 butir/kg.
Berikut ini tabel hasil Fertilization rate Ikan lele Clarias
sp.
Dari
praktikum yang telah dilakukan mengenai
pemijahan
ikan lele diperoleh hasil FR seperti pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Fertilization rate
Ikan lele Clarias sp.
No
|
Spesies
|
Perlakuan
|
Telur terbuahi (butir)
|
Total Telur
(butir)
|
Persentase FR
|
1
|
Ikan Lele Clarias sp
|
Alami
|
34893
|
174
|
81.03%
|
6933
|
208
|
96.15%
|
|||
Semi alami
|
359
|
359
|
100%
|
||
511
|
511
|
100%
|
|||
Buatan
|
387
|
421
|
91.92%
|
||
371
|
382
|
97.12%
|
Berdasarkan
tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa FR ikan lele tertinggi pada perlakuan buatan ulangan ke-2 sebesar
97.12%, sedangkan yang terendah pada perlakuan alami ulangan ke-1 sebesar
81.03%. Berikut ini tabel hasil hatching rate ikan lele Clarias
sp.
Dari praktikum yang telah
dilakukan mengenai pemijahan ikan lele diperoleh HR seperti pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Hatching Rate Ikan lele Clarias
sp.
No
|
Spesies
|
Perlakuan
|
Telur terbuahi (butir)
|
Larva ( ekor)
|
Persentase HR
|
1
|
Ikan Lele Clarias sp
|
Alami
|
141
|
128
|
90.78%
|
200
|
179
|
89.5%
|
|||
Semi alami
|
359
|
190
|
52.92%
|
||
511
|
236
|
46.18%
|
|||
Buatan
|
387
|
128
|
33.07%
|
||
371
|
143
|
38.54%
|
Berdasarkan
tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa HR ikan lele tertinggi pada perlakuan alami ulangan ke-1
sebesar, 90.78% sedangkan yang terendah pada perlakuan ulangan ke-1 sebesar
33.07%. Berikut ini tabel hasil survival rate ikan lele Clarias sp.
Dari praktikum yang telah
dilakukan mengenai pemijahan ikan lele diperoleh hasil fekunditas seperti
pada tabel 5
berikut ini:
Tabel 5. Survival Rate Ikan lele Clarias
sp.
No
|
Spesies
|
Perlakuan
|
Nt1
(ekor)
|
Nt5
(ekor)
|
Persentase SR
|
1
|
Ikan Lele Clarias sp
|
Alami
|
128
|
94
|
73.4%
|
|
179
|
111
|
62%
|
||
|
Semi alami
|
190
|
131
|
68.94%
|
|
|
236
|
173
|
73.31%
|
||
|
Buatan
|
128
|
35
|
27.34%
|
|
|
143
|
7
|
4.89%
|
Berdasarkan
tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa SR ikan lele tertinggi pada perlakuan alami ulangan ke-1 sebesar 73.4%, sedangkan yang terendah pada
perlakuan buatan ulangan ke-2 sebesar
4.98%. Berikut ini tabel hasil gonadosomatic
index (GSI) Ikan lele Clarias
sp.
Dari
praktikum yang telah dilakukan mengenai
pemijahan
ikan lele diperoleh hasil GSI seperti pada tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Gonadosomatic Index (GSI) Ikan lele Clarias
sp.
No
|
Spesies
|
Perlakuan
|
Wo
|
Wt
|
Wgonad
|
%GSI
|
1
|
Ikan Lele Clarias sp.
|
Alami
|
490
|
350
|
140
|
28.57%
|
625
|
550
|
75
|
12%
|
|||
Semi alami
|
600
|
500
|
100
|
22.12%
|
||
450
|
350
|
100
|
16.67%
|
|||
Buatan
|
450
|
400
|
50
|
12.5%
|
||
450
|
350
|
100
|
28.57%
|
Berdasarkan
tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa GSI ikan lele tertinggi pada perlakuan alami dan buatan
ulangan ke-1 dan ulangan ke-2 sebesar 28.57% , sedangkan yang terendah pada
perlakuan alami ulangan ke-2 sebesar 12%.
3.2
Pembahasan
Ikan Lele
termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri – ciri tubuh yang memanjang,
agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar, warna kelabu
sampai hitam. Disekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar
dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian
mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo
berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan
bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan
sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada
sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele
dumbo tidak beracun (Suyanto 2007).
Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan
berupa modifikasi dari busur insangnya yang disebut sebagai arborescen organ. Ikan lele tidak pernah
ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke dalam
marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitat alami ikan lele di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa,
telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu
aktif bergerak dan mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam
diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada
musim penghujan (Prihatman 2000).
Ciri kelamin pada ikan lele dapat
dilihat dari ciri primer dan ciri sekunder. ciri kelamin primer ikan lele jatan mempunyai organ yang bernama
testis, mempunyai urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke
arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan, jika sudah
matang gonad kelamin yang berbentuk papila membengkak dan berwarna merah tua,
ikan lele mempunyai tipe pembuluh sperma vesika seminalis, sehingga ikan lele
termasuk ikan yang tidak dapat di striping Sedangkan ikan lele betina mempunyai organ yang
bernama ovary, di sekitar kloaka jika ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya
seragam (Khairumaman dan Amri 2007). Sedangkan ciri kelamin
sekunder ikan lele
jantan kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina, warna kulit dada
agak tua bila dibanding induk ikan lele betina, gerakannya lincah, tulang
kepala pendek dan agak gepeng (depress), perutnya lebih langsing dan
kenyal bila dibanding induk ikan lele betina, kulit lebih halus dibanding induk
ikan lele betina. Sedangkan ikan lele betina kepalanya lebih besar
dibanding induk lele jantan, warna kulit dada agak terang, gerakannya lambat,
tulang kepala pendek dan agak cembung, perutnya lebih gembung dan lunak.
Gambar 1.
Ikan lele jantan (atas) dan ikan lele betina (bawah)
Sumber: Sary (2010)
Menurut Sunarma (2004), handling induk dilakukan selama masa pemijahan dan masa perawatan,
induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan
daging (bisa berbagai macam daging), atau makanan buatan (pellet). Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar
protein yang relatif tinggi, yaitu ± 60% (untuk pemberian pakan selain
pelet sebaiknya sebagai selingan, kadar pemberian cincangan daging setiap 4 - 7
hari sekali).
Makanan diberikan pagi
hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan. Dalam handling pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk
segera diobati.
Pemijahan ikan
lele sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : pemijahan alami (natural
spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan
buatan (induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan
cara memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad kemudian dimasukkan dan dipijahkan secara alami di bak/wadah
pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara
merangsang induk betina dan jantan dengan penyuntikan hormon
perangsang kemudian dipijahkan secara alami dalam wadah/bak pemijahan dan diberi kakaban. Pemijahan buatan dilakukan
dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikkan hormon perangsang
kemudian didiamkan selama ± 6 jam
lalu dipijahkan
secara buatan dengan cara
menstriping induk betina dan mengambil kantung sperma dari induk jantan lalu
dicampurkan dalam mangkok dan diaduk rata dengan menguunakan bulu ayam dan
disebarkan di kakaban atau waring (Sumantadinata K 1983). Pada praktikum ini dilakukan pemijahan secara alami,semi
alami dan buatan pada ikan lele (Clarias
sp.) dan kelompok
2 mendapat perlakuan pemijahan ikan lele secara alami.
Gambar 2. Ikan lele (Clarias
sp.)
Sumber: Sary (2010)
Parameter
yang di amati untuk keberhasilan proses pemijahan adalah fekunditas,FR (Fertlilization Rate),GSI (Gonadotropin Somatic Index), Hatching rate (HR), dan Survival Rate (SR). Menurut Harijanto (2006) nilai GSI (Gonado Somatic Index) merupakan
presentase bobot gonad terhadap bobot tubuh.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan nilai GSI yang diperoleh untuk
induk 1 dan 2 masing-masing adalah 22,12% dan 12%. Nilai tersebut sangat
berbeda dengan nilai rataan GSI induk lele normal (ukuran 300-600g/ekor) yang
diperoleh Harijanto (2006) yaitu 2,63%.
Hal tersebut menunjukkan bahwasanya gonad siap untuk melakukan pemijahan,
karena menurut Slamet dan Hariani (2008) gonad akan mencapai nilai maksimum
ketika akan terjadi pemijahan, ikan dengan nilai GSI 19% dianggap matang dan
mampu dikeluarkan. Selain itu pada umumnya pertambahan berat gonad betina
berkisar antara 10-25% dari bobot tubuhnya.
Sunarma (2004) menyebutkan bahwa fekunditas induk lele
yaitu ±40.000-60.000 butir/kg dengan dengan derajat pembuahan (FR) berkisar
80-90% dan derajat penetasan (HR) ±80%. Berdasarkan praktikum yang dilakukan,
fekunditas induk perlakuan alami 1 yang dipilih ternyata berada di atas kisaran
normal yaitu 43080 butir,namun untuk induk perlakuan alami 2 tidak pada kisaran
normal yakni 11392. Nilai FR perlakuan alami 1
diperoleh yaitu sebesar 81,03%,dan perlakuan alami 2 sebesar 96,15%
nilai ini mendekati pernyataan di atas yang menyebutkan bahwa FR induk lele
adalah 80-90%. Nilai FR yang tinggi ini disebabkan perbandingan antara jantan
dan betina yang kurang seimbang, karena menurut Sunarma (2004), bahwa
perbandingan antara induk jantan dan betina untuk pemijahan buatan adalah 3:0,7
(telur dari 3 kg induk betina dapat
dibuahi dengan sperma dari jantan dengan berat 0,7 kg), sedangkan total berat jantan yang dipakai dalam
praktikum adalah ± 2,3 kg (dari 2 ekor). Selanjutnya parameter nilai HR perlakuan alami 1 yang diperoleh
yaitu sebesar 90,78%, dan nilai HR perlakuan alami 2 sebesar 89,5% nilai ini normal bila
dibandingkan dengan nilai HR yang disebutkan Sunarma (2004), yaitu ± 80%.
Embriogenesis adalah proses
pembelahan sel dan diferensiasi sel dari embrio ikan yang terjadi pada saat
tahap-tahap awal dari perkembangan ikan hingga penetasan telur. Tahap-tahap
embriogenesis terdiri dari zigot, morula, blastula, grastula dan organogenesis.
Zigot akan mulai membelah oleh mitosis untuk menghasilkan organisme
multiselular, waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan zigot ini adalah 15 menit (Anonim 2009). Berdasarkan hasil
praktikum pembentukan zigot berkisar 27 menit yang dimulai dari pukul 07.21 -
07.47 WIB. Hasil dari proses ini disebut embrio. Morula adalah suatu bentukan sel seperti bola (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus dimana keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah
rapat, waktu yang dibutuhkan pada
tahap ini 2 jam (Anonim 2009). Berdasarkan hasil praktikum dibutuhkan waktu dari
proses zigot keproses morula berkisar 97 menit yaitu dari pukul 07.47 – 08.44
WIB. Tahap berikutnya, blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami
pembelahan. Tahap blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan
mengadakan pelekukan yang tidak beraturan. Berdasarkan hasil praktikum proses morula keproses blastula berkisar 1
jam 7 menit yaitu dari pukul 08.44 – 10.14 WIB. Selanjutnya, gastrula adalah bentukan lanjutan
dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan
dinding tubuh embrio serta rongga tubuh, waktu yang dibutuhkan pada tahap ini 4 jam (Anonim 2009). Berdasarkan
hasil praktikum dari proses blastula keproses grastula berkisar 3 jam yaitu
dari pukul 10.14 - 13.18 WIB. Tahap akhir dari embriogenesis yaitu organogenesis yaitu proses pembentukan
organ-organ tubuh pada makhluk hidup (Anonim 2009). Adapun kegunaan embriologi adalah memberikan pengertian tentang organ dan
jaringan yang berbeda, berkembang dari suatu sel tunggal (zigot) dan membantu
memberikan gambaran mengenai perkembangan normal dan perkembangan abnormal. Berdasarkan praktikum terlihat perbedaan dan
terjadinya pembelahan setiap jamnya. Sehingga dapat membedakan perkembangan sel
tunggal sampai penetasan telur.
Berdasarkan
praktikum ikan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias sp.). Awal perkembangan dimulai saat pembuahan (fertilisasi) sebuah sel telur oleh
sel sperma yang membentuk zigot (zygot). Gametogenesis merupakan fase akhir
perkembangan individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses
perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan membentuk zygot
disebut progenesis. Proses selanjutnya disebut embriogenesis (blastogene) yang mencakup pembelahan sel
zigot (cleavage), morula,
blastulasi,
dan gastrulasi. Proses selanjutnya adalah organogenesis , yaitu
pembentukan alat-alat (organ) tubuh. Embriologi mencakup proses perkembangan
setelah fertilisasi sampai dengan organogenesis sebelum
menetas atau lahir, berdasarkan hasil praktikum proses penetasan terjadi pada keesokan
harinya pada pukul 07.08 WIB.
Menurut Nagy (1981), cleavage yaitu tahapan proses pembelahan
sel. Proses ini berjalan teratur dan berakhir hingga mencapai balastulasi. Bisa
juga dikatakan proses pembelahan sel yang terus menerus hingga terbentuk
bulatan, seperti bola yang di dalamnya berisi rongga. Gastrulasi merupakan
proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini adalah terbentuknya tiga
lapisan, yaitu ektoderrm, modeterm dan entoderm. Organogenesis adalah tahapan
dimana terjadi pembentukan organ-organ tubuh dari tiga lapisan diatas, yaitu
ektoderm, metoderm dan entoderm. Setiap lapisan membentuk organ yang berbeda.
Ektoterm membentuk lapisan epidermis pada gigi, mata dan saraf pendengaran.
Mesoderm membentuk sistem respirasi, pericranial, peritonial, hati dan tulang.
Sedangkan entoterm membentuk sel kelamin dan kelenjar endokrin. Berdasarkan hasil
praktikum pembentukan tulang belakang terjadi pada pukul 19.14, untuk
pembentukan sirip kaudal 19.40. Untuk pembentukan mata terjadi pada keesokan
harinya pada pukul 04.05WIB.
Adapun proses-proses secara
terperinci setelah pembuahan terjadi adalah sebagai berikut (Nagy 1981):
1. Proses cleavage; proses pembelahan zygote secara cepat menjadi unit-unit
sel kecil yang disebut blastomer.
2. Proses blastulasi; proses yang
menghasilkan blastula, yaitu campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga
penuh cairan sebagai blastokoel. Pada akhir blastulasi, sel-sel blastoderm akan
terdiri atas neural, epidermal,notokhordal, mesodermal,dan entodermal yang
merupakan bakal pembentuk organ-organ.
3. Proses grastulasi; proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian-bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ.
4. Proses organogenesis; proses pebentukan berbagai organ tubuh secara berturut-turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata, somit, rongga kupffer, olfaktorin sac, subnotokhordrod, linear lateralis, jantung, aorta, insang, infundibulum, dan lipatan-lipatan sirip.
3. Proses grastulasi; proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi. Bagian-bagian yang terbentuk nantinya akan menjadi suatu organ.
4. Proses organogenesis; proses pebentukan berbagai organ tubuh secara berturut-turut, antara lain susunan saraf, notochord, mata, somit, rongga kupffer, olfaktorin sac, subnotokhordrod, linear lateralis, jantung, aorta, insang, infundibulum, dan lipatan-lipatan sirip.
Peristiwa
penetasan terjadi jika embrio telah menjadi lebih panjang lingkaran kuning
telur dan telah terbentuk perut. Selain itu penetasan telur juga disebabkan oleh gerakan larva akibat temperature,
intensitas cahaya, dan pengurangan tekanan tekanan oksigen (Affandi 2000). Kematangan gonad adalah tahapan tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi,
sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan
mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat
selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie (1997),
umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad
dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10%. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa semakin rneningkat tingkat kematangan gonad, diameter telur
yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar. kematangan seksual pada ikan
dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui distribusi
penyebaran ukuran telurnya. Berdasarkan hasil praktikum telur yang dihasilkan mempunyai diameter yang
hampir sama pada umumnya.
Berdasarkan praktikum tidak
terdapat perbedaan antara hasil yang diamati dengan gambar literatur. Dapat
dilihat pada tabel 1 yaitu tabel hasil embriogensis ikan lele, literatur
menunjukkan hasil yang sama dengan hasil yang diamati pada saat praktikum. selain
itu waktu yang dibutuhkan dalam proses perkembangan telur sampai telur menetas
selama 25 jam. Menurut Effendi (2000), kisaran normal perkembangan telur sampai
menetasnya telur (18-20 jam). Hal ini berbeda dengan literatur yang ada, adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi proses embriogenesis antara lain suhu, intensitas cahaya, dan pengurangan
tekanan oksigen
(Affandi 2000). Lamanya perkembangan telur ikan lele, dikarenakan kurangnya
intensitas cahaya, serta suhu. Selain itu, pada praktikum semua perlakuan
mengalami pemijahan baik itu perlakuan alami, semi alami, dan buatan
IV. KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum teknik pemijahan dan embriogenesis dapat
disimpulkan bahwa pengaruh teknik pemijahan yang
berbeda terhadap embriogenesis ikan lele (Clarias
sp.) bergantung pada suhu, intensitas
cahaya, serta pengaruh pengurangan tekanan oksigen,
sehingga akan dihasilkan telur dan larva yang berbeda pada setiap perlakuan
pemijahan. Nilai fekunditas dan FR terbaik yaitu pada perlakuan semia alami,
sedangkan nilai SR dan HR terbaik pada perlakuan alami. Nilai GSI terbaik pada
perlakuan alami dan buatan.
4.2 Saran
Praktikum embriogenesis selanjutnya diharapkan dapat menggunakan komoditas ikan yang berbeda, agar
kita dapat membandingkan lama waktu proses embriogenesis pada setiap jenis
ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi R. & Tang U.M. 2000. Biologi
Reproduksi Ikan. Laporan. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan
Perairan.
Efendi M.I. 1997. Biologi Perikanan. Bogor:
Yayasan Pustaka Nusantara.
Harijanto, Andre. 2006. Upaya Maskulinisasi
Induk Lele Dumbo (Clarias sp.) yang
Telah Diovariektomi Parsial dengan Metode Implantasi Hormon
17α-metiltestosteron. Skripsi.
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Khairuman, dan Amri. 2008. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka.
KKP. 2011. Analisis
capaian target produksi lele : produksi naik, capaian naik. http://ww.kkp.go.id [24 Desember 2012]
Nagy A, Bercsenyi M. & Csenyi V. 1981. Sex
reversal in corp Cyprinus caprio by oral administration of metthytestosteron.
Canadian Journal of Fisheries & Aquatic Science 38: 725-728.
Prihatman K. 2000. Proyek pengembangan ekonomi
masyarakat pedesaan, budidaya ikan lele (Clarias sp.). Jakarta :
BAPPENAS
Sary M. 2010. Metode pemijahan ikan
lele. http://www.metode-pemijahan.pdf [16
Desember 2012]
Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan
Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya
Sunarma, Ade. 2004. Peningkatan
Produktifitas Lele Sangkuriang (Clarias
sp.). Sukabumi: Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Rosyatin.2012. Budidaya Ikan
Lele.http://www.aquaculture.co.id [27 Desember 2012]
LAMPIRAN
Dokumentasi
Gambar
3. Persiapan pengambilan induk
Gambar
4. Pemilihan induk
Gambar
5. Melihat papila ikan lele
Gambar
6. Kolam pemijahan
Gambar
7. alat penimbangan indukan lele
Gambar
8. Penimbangan bobot ikan lele
Contoh perhitungan
·
Fekunditas =
=
= 43061
·
Gonadasomatic
Index
GSI =
=
= 28.57
·
Fertilization rate
FR =
=
= 81.03
·
Hatching
Rate
HR = X 100%
= X 100%
= 90.78%
·
Survival
Rate
SR = X 100%
=
X 100%
=
73.4%
informasinya sangat bermanfaat author. akan tetapi gambarnya bisa di update lagi? soalnya gambarnya gk keluar author
BalasHapus