Laporan Praktikum ke-6 Hari/Tanggal : Senin/ 26 November 2012
m.k. Fisiologi Reproduksi Asisten : Cahya Lestari
Organisme Akuatik
SEX REVERSAL
Intan Kurnia Sakarosa C14100056
|
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam budidaya ikan, salah satu hambatan yang umum dialami adalah
tidak tersedianya benih yang cukup dan berkesinambungan. Hal ini dapat
disebabkan salah satunya adalah karena sifat berbagai jenis spesies ikan
memiliki waktu pemijahan yang berbeda-beda tergantung dari waktu yang
dibutuhkan ikan hingga mencapai matang gonad. Oleh karena itu peningkatan
produktivitas ikan akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
benih yaitu dengan cara sex reversal. Sex reversal merupakan teknik untuk
mengarahkan atau membalikkan jenis kelamin secara buatan dari jantan genotip
menjadi beina fenotip,begitu juga sebaliknya sebelum masa diferensiasi seks,
metode ini dilakukan tujuan utama biasanya untuk memperoleh jenis kelamin
jantan secara dini,dimana benih ikan jantan spesifikasi ikan nila lebih cepat
tumbuh dan bereproduksi,tidak tergantung dengan faktor alam,lain halnya dengan
betina. Selain fungsi diatas,sex reversal juga berfungsi untuk pengendalian
pemijahan liar,mendapatkan jenis kelamin yang bernilai ekonomis tinggi. Bahan
yang digunakan untuk melakukan sex reversal untuk maskulinisasi mengunakan Aromatase
inhibitor,madu murni. Sedangkan feminisasi menggunakan Estradiol- 17b. Bahan-bahan tersebut dapat diberikan melalui pakan,pakan alami dan
perendaman(bioenkapsulasi).
Metode yang biasa digunakan yakni metode perendaman,karena relatif
mudah,cocok untuk diferensiasi seks ikan yang masih berukuran atau stadia yang
masih muda. Oleh karena itu,
praktikum ini dilaksanakan.
1.2
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara memproduksi ikan
monoseks dengan teknik sex reversal.
II. METODOLOGI
2.1
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum pemijahan ikan cupang dilakukan pada tanggal
19 November 2012 sampai tanggal 3 Desember 2012 bertempat di Kolam Babakan, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
2.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu akuarium dan syringe, dan sendok. sedangkan bahan yang digunakan yaitu larva ikan nila (oreochromis niloticus), pakan cacing,
air, air kelapa, hydro dan methilen blue.
2.3
Prosedur Kerja
2.3.1 Perendaman Air Kelapa
Akuarium diukur terlebih dahulu untuk mengetahui volumenya. Setelah
mengetahui volume dapat diketahui tinggi akuarium untuk 1 liter air. Akuarium
diisi air sebanyak 1 liter. Larva ikan nila sebanyak 30 ekor dimasukan kedalam
akuarium, kemudian diberi air kelapa sebanyak 10 ppt dengan menggunakan syringe. Perendaman larva ikan nila
dilakukan selama 10 jam. Setelah 10 jam dilakukan penggantian air sebanyak
volume akuarium. Kemudian diberi methilen blue
secukupnya.
Pemeliharaan dilaksanakan selama 2 minggu. Pemberian
cacing diberikan pada pagi dan sore hari.
2.3.1 Perendaman Hydro
Akuarium diukur terlebih dahulu untuk mengetahui volumenya. Setelah
mengetahui volume dapat diketahui tinggi akuarium untuk 1 liter air. Akuarium
diisi air sebanyak 1 liter. Larva ikan nila sebanyak 30 ekor dimasukan kedalam
akuarium, kemudian diberi air hydro
sebanyak 10 ppt dengan menggunakan syringe. Perendaman larva ikan nila dilakukan selama 10 jam.
Setelah 10 jam dilakukan penggantian air sebanyak
volume akuarium. Kemudian diberi methilen blue
secukupnya.
Pemeliharaan dilaksanakan selama 2 minggu.
Pemberian cacing diberikan pada pagi dan sore hari.
III. TINJUAN
PUSTAKA
3.1
Sex Reversal
Menurut Junior (2002), sex
reversal merupakan suatu teknologi yang digunakan utuk mengarahkan perkembangan
kelamin menjadi berlawanan secara buatan dengan cara merubah fenotipe jantan
kebetina atau sebaliknya. Teknik ini dilakukan pada saat terdiferensiasi gonad
ikan secara jelas antara jatan da betina pada waktu menetas. Beberapa metode
yang sering digunakan dalam sex reversal adalah dengan cara penyuntikan,
perendaman, melalui pakan (secara oral), dan bioenkapsulasi (pakan alami dan
perendaman).
3.2 Biologi
Ikan Nila
Jenis
kelamin ikan ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang
mempengaruhi jenis kelamin ialah
kromosom yang sudah di tentukan sejak terjadinya pembuahan. Jika faktor jantan
lebih dominan dari pada betina maka zigot akan tumbuh dan berkembang menjadi
jantan dan sebaliknya. Proses perkembangan gonad menjadi jaringan yang lebih
definitive sering disebut sebagai proses diferensiasi kelamin. Diferensiasi
kelamin merupakan proses yang relative labil, sehingga kondisi ini memungkinkan
dilakukakukan rekayasa kelamin. Diferensiasi kelamin pada ikan nila tergolong
tipe diferensiasinya pada saat larva menetas dan berakhir selama waktu yang
relative pendek, yaitu 10-40 hari dan setelah 40 hari, kelamin ikan nila mulai
terdefinitifkan kearah jantan atau betina (Pandian 1995). Walaupun
determinasinya kelamin pada awalnya ditentukan oleh genom individu tersebut, namun pengalihan dari
kelamin genotip ke kelamin fenotip dilakukan atau dipengaruhi oleh lingkungan
(Chan 1983).
3.3 Kandungan
Air Kelapa dan Hydro Untuk Sex Reversal
Kelapa
(Cocos nucifera) adalah tanaman
perkebunan/industri berupa pohon dengan batang tak bercabang dari famili Palmae
(Anonim 2011). Air kelapa (Cocos nucifera)
adalah salah satu sumber minuman yang mengandung ion tinggi. Proses pembentukan
ionik pada air kelapa sangat kompleks. Namun, diduga bahwa air kelapa
mengandung ion tinggi merupakan bentuk deposit dari mineral yang diserap oleh
tanaman kelapa. Seperti diketahui, tumbuhan kelapa tumbuh dengan baik di daerah
dengan posisi ketinggian tidak lebih dari 0-450 mdpl (Anonim 2011). Posisi ini
merupakan posisi yang mengandung mineral tinggi karena merupakan daerah tujuan
dari aliran mineral dari dataran tinggi.
Menurut
Manisha et al. (2011), pohon kelapa
merupakan pohon yang telah dibudidayakan untuk beragam manfaat utamanya karena
kandungan nutrisi dan kandungan kesehatannya termasuk air kelapa. Menurut
penelitian Litbang LIPI (http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=7)
, air kelapa mengandung unsur antara lain asam askorbat (Vitamin C), Protein,
lemak, hidrat arang, kalsium atau potasium. Mineral yang terkandung dalam air
kelapa antara lain kalium, dan fosfor. Kandungan ini bervariasi tergantung pada
ketinggian tempat tumbuhnya tanaman kelapa. Tingginya kandungan mineral yang
terdeposit dalam air kelapa banyak dimanfaatkan untuk minuman pengganti ion
tubuh yang hilang.
Berkaitan
dengan sex reversal, menurut Soelistyowati et
al (2007), kandungan bahan aktif yang mempengaruhi maskulinisasi pada ikan
cupang adalah kandungan kalium. Hal yang sama juga berpengaruh dalam
maskulinisasi ikan nila (Oreochormis
niloticus). Air kelapa sebagai salah satu bahan alami yang mengandung unsur
mineral kalium dengan proporsi cukup tinggi sebagai bahan untuk sex reversal.
Kalium menyebabkan perubahan kolesterol yang terdapat dalam semua jaringan
tubuh anak menjadi pregnenolon. Pregnenolon merupakan sumber biosintesis
hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal, steroid tersebut berpegaruh pada
pembentukan testosteron.
Menurut
klaim dari produsen minuman dengan merek Hydro yang dirilis dalam website resmi
mereka (http://id.kalbe.co.id/ProdukdanJasa/ Produk Kesehatan/ProdukAZ/tabid/403/ID/1966/FATIGON-HYDRO.aspx)
maka, bisa disimpulkan bahwa kandungan bahan aktif dalam minuman ini sama saja
dengan air kelapa asli. Sehingga penggunaannya juga sama. Dalam hal sex
reversal maskulinisasi, unsur dari minuman ini yang juga berpengaruh adalah
kalium dan ion-ion lainnya.
Berkaitan
dengan sex reversal, ada beberapa jenis hormon yang telah berhasil digunakan
baik hormon alami ataupun hormon buatan. Hormon alami dalam proses
maskulinisasi antara lain testosteron,
11-ketotestosteron, 11-βhydroksiandrostenedion, Androstenedion,
Dehydropiandrosteron. Sedangkan hormon sintetis untuk maskulinisasi antara lain
Miboleron, 9(11) dimethyltestosteron, 17α-methyltestosterone, Testosterone
acetate (Pandian and Sheela 1995). Sedangkan untuk feminisasi, bahan alami yang
digunakan atara lain estradiol-17β, Estrone, Estrial. Bahan sintetis yang
digunakan dalam feminisasi antara lain Stillbesterol, Hexesterol, Euvastin,
Ethylestermol. Masih dalam Pandian and Sheela (1995), metode pemberian yang
sudah pernah dicobakan adalah dengan suplementasi pada pakan, teknik perendaman
(immersion technique), dan sistem
transfer (dengan penyuntikan dan implantasi silastik). Masing-masing punya
kelebihan dan kekurangan masing-masing tergantung kebutuhan. Namun, metode yang
paling umum digunakan adalah dengan suplementasi pada pakan. Metode ini
tergolong mudah dan murah juga tidak membutuhkan keahlian khusus. Namun,
kelemahan metode ini adalah melarutnya hormon serta tidak seragamnya distribusi
hormon pada pakan yang dimakan oleh ikan. Teknik perendaman lebih sering
digunakan pada spesies ikan di air dingin. Metode ini lebih murah dibandingkan
dengan suplementasi pada pakan dan tidak membutuhkan skill. Kelemahan metode
perendaman adalah biasanya digunakan untuk stadia embrio dan pasca menetas.
Tidak begitu mudah diterapkan dalam situasi lapangan (lebih cocok dalam skala
akuarium).
3.4 Bahan
Lain yang Digunakan Untuk Sex Reversal
Penggunaan madu sebagai aromatase
inhibitor, madu merupakan larutan karbohidrat yang dihasilkan oleh lebah madu.
Komponen utama madu adalah dekstrosa dan levulosa. Madu juga berfungsi sebagai
antioxidan, diantaranya adalah chrysin, pinobanksin, vitamin c, catalase dan
pinocebrin. Zat chrysin memiliki fungsi yang dapat disamakan dengan aromatase
inhibitor, chrysin merupakan salah satu
jenis flavonoid yang diakui sebagai salah satu penghambat dari enzim aromatase
atau lebih dikenal sebagai aromatase inhibitor (Dean 2004). Aromatase merupakan
enzim yang mengkatalis konversi testosteron (androgen) menjadi estradiol
(estrogen). Sehingga dalam proses steroidogenesis dalam sel, pembentukan estradiol dari konversi testosteron akibat
adanya enzim aromatase akan terhambat karena adanya chrysin yang berperan
sebagai aromatase inhibitor dan pada akhirnya proses steroidogenesis berakhir
pada pembentukan testosterone yang akan merangsang pertumbuhan organ kelamin
jantan dan menimbulkan sifat-sifat kelamin sekunder jantan. Menurut Syaifuddin
(2004) dalam Utomo (2008), menyatakan bahwa pemberian suplemen madu pada ikan
nila GIFT memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rasio jenis kelamin
yang dihasilkan. Selanjutnya dikatakan bahwa perubahan jenis kelamin dari
betina menjadi janta diduga disebabkan oleh kandungan kalium yang tinggi pada
madu. Kalium berpengaruh terhadap pembentukan pregnenolon dan kortikosteron menjadi aldosteron. Pregnenolon
merupakan sumber biosintesis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal.
Pregnenolon berfungsi membentuk hormon-hormon streoid dalam mitokondria yang
membantu proses perubahan dari 17 hidroksi progesterone yang akan membentuk
testosterone yang berfungsi sebagai hormon androgen dalam spesies jantan. Dalam
masa diferensiasi sex, apabila terdapat banyak hormon androgen yang
menghasilkan testosterone dalam tubuh ikan maka akan mengarahkan pembentukan
sel kelamin jantan. Seperti cara kerja dari 17α-metiltestosteron (MT), yaitu
dengan menambah jumlah hormon testosteron, maka jumlah hormon androgen akan
lebih unggul dari estrogen sehingga merangsang perkembangan testes yang
mengarahkan diferensiasi menjadi kelamin jantan (Utomo 2008).
Selain itu, penggunaan aromatase
inhibitor imidazole juga dapat digunakan dalam sex reversal, biasanya penggunaan
imidazole digunakan dengan menambahkan melalui pakan. menurut Ariyanto (2010)
pemberian imidazole pada genotype XY menghasilkan presentase kelamin jantan
sebesar 82.03%. Penggunaan aromatase inhibitor (1,3-Diaza-2,4-Cyclopentadience)
pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
(Sudrajat 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Budidaya
kelapa. http://www.dekindo.com/content/artikel/ budidaya_kelapa.pdf
[24 November 2012]
Ariyanto D, Sumantadinata K. 2010. Diferensiasi kelamin tiga
genotype ikan nila yang diberi bahan aromatase inhibitor.
repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/ 123456789/.../2010dar. pdf?...9 [ 23 November 2012]
Junior, M. Zairin. 2002. Sex Reversal. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Manisha DM, Shyamapada
M. 2011. Coconut (Cocos nucifera L.:
Arecaceae): in healt promotion and disease prevention. Asian Pacific Journal of
Tropical Medicine (2011) : 241-247
Pandian TJ, Sheela
SG. 1995. Hormonal induction of sex reversal in fish (review). Aquaculture 138
: 1-22
Soelistyowati DT,
Martati E, Arfah H. 2007. Efektivitas madu terhadap pengarahan kelamin ikan
gapi (Poecilia reticulata Peters).
Jurnal Akuakultur Indonesia 6(2) : 155-160
Sudrajat Agus O. 2007. Seks reversal ikan nila merah (Oreochromis sp.)melalui perendaman larva menggunakan aromatase inhibitor. http:// repository.ipb.ac.id/bitstream/handle /.../ 4016-10629-1-PB.pdf?...1 [ 23 November 2012]
Utomo B. 2008. Efektivitas penggunaan aromatase inhibitor dan madu terhadap nisbah kelamin ikan gapi (Poecilia reticulata Peters). http://www. repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/.../C08but.pdf?...4
[ 23 November 2012]
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan hormon B-Estradiol untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro