Kasus
pencemaran lingkungan di dunia yang nyaris mampu menyamakan rekor kasus “Minamata
Deases” di Teluk Minamata Jepang dimasa itu. Bumi Sulawesi Utara (Sulut)
yang menjadi lokasi terciptanya kasus menghebohkan dunia yang sebetulnya sejak
tahun 2001 sudah sangat menghebohkan dunia internasional, sehingga tercipta
suatu kerjasama internasional untuk mengadakan suatu “International
Conference” tentang “System Tailing Displacement (STD)” di
Kota Manado (ibukota Sulut). Tak kurang dari 10 negara hadir di acara tersebut
dan sempat menerbitkan “deklarasi Manado”. Kerjasama Jaringan
Tambang Indonesia (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Pusat
maupun daerah Sulut serta berbagai organisasi internasional yang menghadirkan
negara-negara yang menjadi korban perusahaan-perusahaan tambang emas skala
besar dan kecil seperti Papua Nugini, Pilipina.
Hanya saja, kegiatan ini tidak digubris oleh pemerintah pusat maupun daerah, sambutan dingin dan tidak bersahabat cenderung tercipta antara para masyarakat (nasional & internasional) terhadap kegiatan tambang yang cenderung merampas hak hidup (termasuk hak mendapatkan lingkungan hidup bersih) orang-orang kecil (local community). Sudahlah, semuanya juga sudah tahu bahwa, investasi skala besar akan lebih diperhatikan di negara ini dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Padahal, dalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi kata-kata pembuka bagi rangkaian pidato-pidato saat indstri skala besar beroperasi, urusan benar-benar masyarakat benar sejahtera atau tidak, urusan lain.
Hanya saja, kegiatan ini tidak digubris oleh pemerintah pusat maupun daerah, sambutan dingin dan tidak bersahabat cenderung tercipta antara para masyarakat (nasional & internasional) terhadap kegiatan tambang yang cenderung merampas hak hidup (termasuk hak mendapatkan lingkungan hidup bersih) orang-orang kecil (local community). Sudahlah, semuanya juga sudah tahu bahwa, investasi skala besar akan lebih diperhatikan di negara ini dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Padahal, dalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi kata-kata pembuka bagi rangkaian pidato-pidato saat indstri skala besar beroperasi, urusan benar-benar masyarakat benar sejahtera atau tidak, urusan lain.
Akibat
kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),
ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap
hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang
mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah
tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan
perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen,
lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan
kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V
Desa Buyat Pante.
Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat kegiatan perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost. Seharusnya ini menjadi biaya internal bagi perusahaan tersebut. Laut? ya, itulah pilihan PT. NMR untuk membuang sampahnya, dengan harapan eksternal costnya hilang. Lucu dan sungguh sangat tolol, bahwa memikirkan laut adalah lahan bebas yang tidak akan berhubungan dengan kehidupan manusia. Coba, kita pikirkan secara teologis, apakah Tuhan menciptakan laut untuk tempat buang sampah? Bukankah di setiap kitab suci agama yang menceritakan penciptaan bumi ini, dikatakan bahwa laut adalah tempat ikan-ikan dan makhluk hidup lainnya. Yang secara rantai makanan akan berhubungan dengan manusia.
Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat kegiatan perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost. Seharusnya ini menjadi biaya internal bagi perusahaan tersebut. Laut? ya, itulah pilihan PT. NMR untuk membuang sampahnya, dengan harapan eksternal costnya hilang. Lucu dan sungguh sangat tolol, bahwa memikirkan laut adalah lahan bebas yang tidak akan berhubungan dengan kehidupan manusia. Coba, kita pikirkan secara teologis, apakah Tuhan menciptakan laut untuk tempat buang sampah? Bukankah di setiap kitab suci agama yang menceritakan penciptaan bumi ini, dikatakan bahwa laut adalah tempat ikan-ikan dan makhluk hidup lainnya. Yang secara rantai makanan akan berhubungan dengan manusia.
Sejak 1986 –
2003, PT Newmont Minahasa Raya meninggalkan beban derita terhadap warga Teluk
Buyat dan kerusakan lingkungan hidup yang tergolong berat. Hal ini diperkuat
dalam Laporan Resmi Tim Teknis Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Teluk Buyat – Teluk Ratatotok (2004). Dalam laporan itu, disebutkan:
1.
Berlawanan dengan klaim PT Newmont Minahasa Raya,
lapisan “pelindung” termoklin tidak ditemukan pada kedalaman 82 meter.
2.
Teluk Buyat TERCEMAR Arsen dan merkuri berdasarkan
ASEAN Marine Water Quality Criteria 2004.
3.
Sumber (pencemaran) Arsen dan Merkuri di Teluk Buyat
adalah limbah tambang PT Newmont Minahasa Raya, BUKAN alamiah.
4.
Keanekaragaman hayati kehidupan laut di Teluk Buyat
MENURUN akibat pencemaran Arsen.
5.
Terjadi akumulasi (penumpukan) Merkuri dalam makhluk
dasar laut (benthos) di Teluk Buyat.
6.
Kadar Merkuri dalam ikan beresiko (kesehatan) bagi
penduduk Teluk Buyat.
7.
Kadar Arsen dalam ikan beresiko (kesehatan) bagi
penduduk Teluk Buyat.
8.
Upaya PEMBERSIHAN (clean-up) di Teluk Buyat perlu
dilakukan berdasarkan tingkat ancaman terhadap kesehatan manusia (human health
hazard)
9.
Kadar Arsen dalam air minum melampaui baku mutu
PERMENKES
10. Kadar Logam
Berat dalam udara di Dusun Buyat Pante secara keseluruhan paling tinggi
dibandingkan desa lainnya.
11. Pembuangan
limbah tambang PT Newmont Minahasa Raya MELANGGAR undang-undang pengelolaan
limbah beracun.
Deskripsi di
atas, memperkokoh argumentasi bahwa PT Newmont Minahasa Raya telah mencemari
Teluk Buyat. Karenanya, Tim Teknis Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan Teluk Buyat – Teluk Ratatotok, merekomendasikan beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Disarankan dilakukan pemantauan Teluk Buyat oleh pihak
PT. Newmont Minahasa Raya dan juga pemerintah sampai dengan 30 tahun yang akan
datang.
2.
Masyarakat setempat yang terkena penyakit mempunyai
gejala yang sama dengan gejala yang diakibatkan terpapar oleh Arsen.
3.
Kondisi Teluk Buyat dikategorikan mempunyai resiko
tinggi terhadap kesehatan manusia dengan adanya ikan yang mengandung Arsen dan
Merkuri, maka disarankan untuk mengurangi konsumsi ikan yang berasal dari Teluk
Buyat.
4.
Perlu dipertimbangkan untuk merelokasi penduduk dusun
Buyat Pante ke tempat lain.
5.
Perlu dilakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh PT. Newmont
Minahasa Raya.
6.
Kajian hukum tim teknis merekomendasikan pemerintah
untuk selanjutnya melarang pembuangan limbah tambang (tailing) ke laut.
Hal ini
mendorong WALHI untuk menggugat PT Newmont Minahasa Raya dengan tuduhan merusak
lingkungan dan meresahkan masyarakat. Adapun indikatornya adalah sebagai
berikut:
(1) Prosedur
dan lokasi Sistem Pembuangan Tailing Dasar Laut (SPDTL) yang berada di lapisan
awal zona termoklin yaitu pada kedalaman 82 (delapan puluh dua) meter, tidak
berada dibawah lapisan termoklin (kedalaman 150 meter). Sehingga tailing
terdispersi dan dapat ditemukan pada kedalaman 20 (dua puluh) meter serta sudah
tersebar pada radius 3,5 km dari mulut pipa pembuangan tailing; (2) Pembuangan
tailing yang salah, menyebabkan kerusakan ekosistem laut berupa: (a) kekeruhan
yaitu pada zona euphotic, di mana pada zona tersebut terdapat lingkungan
fitoplankton (produsen) yang butuh sinar matahari sebagai proses fotosintesis;
(b) Penurunan jumlah dan kualitas keberadaan terumbu karang di Teluk
Buyat; (c) Bioakumulasi (penumpukan terus menerus di dalam tubuh mahkluk hidup)
dari sedimen pada biota laut di daerah euphotic; (d)Penurunan kandungan bentos
dan plankton (fitoplankton dan zooplankton) akibat tingginya kadar Arsen (As)
pada sedimen di Teluk Buyat; dan (e) Kematian ikan dalam jumlah lebih dari 100
(seratus) ekor di sekitar pipa pembuangan tailing di Teluk Buyat maupun
terdampar di pantai;
(3)
Kesehatan masyarakat Buyat yang menurun dan berbagai macam penyakit menyerang
tubuh mereka, akibat konsumsi air minum dan ikan yang mengandung logam berat
(As dan Mn);
(4) Tidak
adanya surat ijin dari Kementerian Lingkungan HIdup dalam pembuangan limbah ke
laut maupun pengolahan limbah (B3).
Dalam
gugatan legal standing ini, WALHI menuduh PT Newmont Minahasa Raya telah
melakukan perbuatan melawan hukum atas pasal 41 (1) junto pasal 45,46,47
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pencemaran Llingkungan, Peraturan
Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Uniknya, dalam proses persidangan, tepatnya pada tanggal 12 Juni 2007, PT
Newmont Minahasa Raya menggugat balik WALHI senilai US$ 100.000 (setara Rp 9
Miliar, dengan asumsi 1 US$ = Rp 9.000).
Menanggapi
gugatan balik PT Newmont Minahasa Raya, WALHI menyatakan bahwa gugatan legal
standing-nya merupakan ikhtiar konkret penegakan hukum demi melindungi warga
dari kerusakan lingkungan. Kematian Andini (6 bln), Abdul Rizal Modeong (14
thn), Ny Fatma, dan penyakit yang diderita oleh warga lainnya di dusun Buyat
Pante dan Kampung Buyat, adalah fakta yang tidak bisa disangkal, bahwa
penderitaan mereka bukanlah penyakit biasa, dan terkait erat dengan pencemaran
lingkungan yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya.
DAFTAR
PUSTAKA
veronicakumurur.blogspot.com/.../oleh-veronica-kumurur-kasus-buyat.
19 Ags 2006
christ866.wordpress.com/.../pencemaran-teluk-buyat-oleh-pt-newmo...
24 Ags 2011
news.detik.com/.../hakim-kasus-pencemaran-teluk-buyat-dituding-tid...
27 Sep 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar