Departemen
Budidaya Perairan
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut
Pertanian Bogor
2012
Manajemen
Kualitas Air Dengan Tanaman
(Water Quality Management by Plant)
Endang
Saefuddin, Mohammad Alfiansyah, Riyan Maulana, Bagus Mukmin Pramuditho, Intan Kurnia Sakarosa, Netty Dwi Candrawati,
Adriyani Br. Ginting, Ovie Indria, Dian
Eka Rahmadani, Ria Septy Anggraini
Asisten: Kurnia Faturrahman
dan Mafatih Devi S
Abstrak
Budidaya
merupakan suatu kegiatan pemeliharan organisme dalam wadah terkontrol yang
dilakukan secara berkelanjutan untuk mendapatkan keuntungan.Masalah yang sering
dihadapi pada budidaya adalah menurunnya kualitas air akibatbuangan metabolisme
dan sisa pakan ikan. Hal ini dapat menurunkan kualitas air dengan cepat karena
menyebabkan menurunnya pH dan oksigen terlarut, meningkatnya amoniak
karbondioksida, dan kekeruhan pada air, dan sebagainya. Akibat menurunnya
kualitas air ikan dapat terserang penyakit dengan cepat. Oleh karena itu,
manajemen kualitas air sangat penting untuk kelangsungan hidup organisme
akuatik. Salah satu teknik manajemen kualitas air lingkungan budidaya adalah
dengan menggunakan tanaman air. Tanaman yang dicobakan dalam 5 akuarium
meliputi eceng gondok(Eichhornia
crassipes) , kiambang (Salvinia auriculata) , kangkung air (Ipomoea acuatica), Hydrillaverticillatadan akuarium kontrol di
dalam ruangan. Masing-masing akuarium di isi dengan sepuluh ekor ikan koi. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan
frekuensi tiga kali sehari secara add
satiation (sekenyangnya). Parameter yang diukur adalah pH, suhu, DO, TAN, CO2nitrat dan
nitrit. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air terbaik terdapat pada
akuarium dengan menggunakan tanaman kiambang.
Kata
kunci: Kualitas Air,Ikan Koi, Tanaman Air, Parameter Ukur.
PENDAHULUAN
Budidaya
merupakan suatu kegiatan pemeliharan organisme dalam wadah terkontrol yang
dilakukan secara berkelanjutan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam budidaya
terutama budidaya perairan sering kali menghasilkan limbah budidaya.
Limbah-limbah ini dapat berasal dari sisa pakan yang tidak termakan, feses,
urine, dan dekomposisi jasad retnik di dalam perairan tersebut. Sehingga hal
ini dapat menurunkan kualitas air pada wadah budidaya tersebut. Penurunan
kualitas air ini sangat merugikan bagi pembudidaya dan lingkungan di
sekitarnya, sehingga perlu adanya penanggulangan yang tepat untuk
memperbaikinya. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan memperbaiki
manajemen kualitas air yang meliputi manajemen kualitas air fisik, kimia, dan
biologi. Manajemen kualitas air secara biologi dapat dilakukan dengan
menggunakan tanaman air.
Tanaman
air merupakan tumbuhan yang hidup di air yang memerlukan adaptasi khusus dalam
pertumbuhannya. Dalam pertumbuhannya tanaman air ini memerlukan nitrogen (N)
dan karbondioksida (CO2). Tanaman air biasa digunakan sebagai
dekorasi alami dan juga berperan dalam keseimbangan ekosistem dalam akuarium.
Tanaman air berfungsi sebagai pelindung ikan dari bahaya amonia dan logam
berat, mengontrol pertumbuhan alga, menstabil pH (Walstad 1999 dalam Yulianto 2001). Oleh karena itu,
tanaman air baik digunakan sebagai bahan dalam manejemen kualitas air.
Praktikum
ini bertujuan untuk memahami dan mempelajari cara pemanfaatan tanaman untuk
perbaikan kualitas air budidaya.
METODOLOGI
Waktu
dan tempat
Praktikum mengenai Manajemen Kualitas Air dengan Tanaman dilakukan di
Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Praktikum ini dilakukan selama 13 hari
yaitu dari tanggal 14 – 26November 2012. Alat-alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah akuarium berukuran 49x30x31 cm3, selang aerasi,
aerator, dan peralatan pengukuran kualitas air. Bahan-bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah 30 batang tanaman air .
Persiapan wadah dilakukan sebagai langkah awal dengan cara akuarium,
alat-alat, dan substrat yang akan digunakan dicuci hingga bersih, lalu diisi
air dan aerator dinyalakan. Kemudian tanaman air ditaruh diatas permukaan air
akuarium. Ketika akuarium sudah siap maka dimasukkan ikan koi sebanyak 10 ekor
pada masing-masing akuarium. Kualitas air yang diukur meliputi nilai suhu, DO,
CO2, pH, TAN, nitrit, dan nitrat. Selama pemeliharaan ikan diberi
pakan dengan frekuensi tiga kali sehari secara add satiation (sekenyangnya). Pengukuran kualitas air dilakukan
pada hari ke-0 sampai ke-5. Pengukuran hari ke-0 dilakukan pada saat persiapan
wadah dilakukan dan selanjutnya pengukuran dilakukan sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan.
Alat
dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
akuarium berukuran 49x30x31 cm3, selang aerasi, aerator, dan
peralatan pengukuran kualitas air. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum
ini adalah 30 batang tanaman air .
Prosedur
kerja
Manajemen kualitas fisik air dengan bahan fisik yang dicobakan yaitu
8 sistem filtrasi akuarium meliputi:
akuarium dengan substrat (pasir malang, batu zeolite, pasir silika, batu
bata, dan batu split), akuarium dengan kontrol di dalam ruangan, dan akuarium
kontrol di luar ruangan. Pembuatan 8 sistem filtrasi itu pada dasarnya sama.
Akuarium dan substrat yang akan digunakan dicuci hingga bersih, kemudian pipa
sepanjang ±10-15 cm dan fiber glass dipotong sesuai ukuran akuarium serta
dibolongi dengan solder. Lalu akuarium yang telah dibersihkan dimasukkan pipa
yang telah disusun, dilanjutkan dengan memasukkan fiber glass di atas pipa
tersebut. Selanjutnya substrat dimasukkan ke dalam akuarium di atas fiber glass
ketinggi 5cm. kemudian air dimasukkan setinggi 13 cm dari atas substrat dan
aerator dipasang. Perlakuan ini juga dilakukan pada substrat yang lainnya dan
juga kontrol. Hanya saja akuarium dengan perlakuan control tidak diberi
substrat. Akuarium-akuarium yang telah diset tersebut tidak langsung dimasukkan
ikan yang akan dicobakan didalamnya melainkan diendapkan terlebih dahulu selama
24 jam. Setelah 24 jam barulah ikan mas koi sebanyak 10 ekor dimasukkan
kedalamnya.
. Kualitas air yang diukur meliputi nilai DO, pH, TAN, suhu, dan
kekeruhan. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan frekuensi tiga kali
sehari secara ad satiation (sekenyangnya).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut
adalah tabel hasil pengukuran tanaman air suhu, pH dan DO dengan perlakuan
kangkung air, Hydrilla sp., enceng
gondok, kiambang, dan kontrol.
Tabel 1 Hasil pengukuran tanaman air
suhu, pH, dan DO
Berdasarkan tabel hasil pengukuran tanaman air dketahui
bahwa suhu tertinggi terdapat pada pengukuran ke-5 yaitu diatas 27ᵒC dengan
suhu paling tinggi pada perlakuan enceng gondok dan kiambang. Pada pengukuran
nilai pH cenderung fluktuatif namun masih dalam kisaran netral yaitu antara
6.74-8.1. Pada pengukuran DO terlihat bahwa nilai DO cenderung fluktuatif
dengan nilai DO tertinggi pada pengukuran ke-5 perlakuan Hydrilla yaitu 11.4
mg/L, sedangkan nilai DO terendah pada pengukuran ke-2 perlakuan kontrol yaitu
4.4 mg/L.
Berikut
adalah tabel hasil pengukuran tanaman air TAN dan nitrat dengan perlakuan
kangkung air, Hydrilla sp., enceng
gondok, kiambang, dan kontrol.
Tabel 2 Hasil pengukuran tanaman air
TAN dan DO
Berdasarkan
tabel hasil pengukuran tanaman air diketahui bahwa nilai TAN cenderung
fluktuatif dengan nilai TAN tertinggi
terdapat pada pengukuran ke-2 perlakuan Hydrilla sp. yaitu 1.402 mg/L, sedangkan nilai TAN terendah
terdapat pada pengukuran ke -5 perlakuan Hydrilla
sp. yaitu 0.045 mg/L. Pada pengukuran nilai nitrat juga cenderung fluktuatif dengan
nilai nitrat tertinggi pada pengukuran ke-3 perlakuan enceng gondok yaitu
31.052 mg/L, sedangkan nilai nitrat terendah terdapat pada pengukuran ke-1
perlakuan kiambang yaitu 0.1076 mg/L.
Berikut
adalah tabel hasil pengukuran tanaman air CO2 dan nitrit dengan
perlakuan kangkung air, Hydrilla sp.,
enceng gondok, kiambang, dan kontrol.
Tabel 2 Hasil pengukuran tanaman air
CO2 dan nitrit
Berdasarkan tabel perlakuan tanaman air terlihat bahwa
nilai CO2 cenderung fluktuatif dengan nilai CO2 tertinggi
terdapat pada pengukuran hari pertaman perlakuan kiambang dengan nilai 47.9856
mg/L, sedangkan nilai terendah terdapat pada pengukuran hari ke-4 perlakuan
kiambang yaitu 0.0238 mg/L. Pada pengukuran nitrit terlihat bahwa nilai nitrit
fluktuatif dengan nilai nitrit tertinggi pada pengukuran hari ke-5 perlakuan
kangkung air yaitu 62.6923 mg/L, sedangkan nilai nitrit terendah pada
pengukuran hari ke-1 perlakuan Hydrilla dan kontrol yaitu 0.0403 mg/L.
Berikut adalah grafik hasil pengukuran
suhu tanaman air pada perlakuan kanagkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang, dan kontrol.
Gambar 1. Grafik Suhu (ºC) pada setiap
Perlakuan
Berdasarkan
grafik 1 terlihat bahwa suhu cenderung stabil dari beberapa perlakuan. Pada pengukuran
ke-3 suhu cenderung turun, namun pada pengukuran ke-4 menunjukkan nilai suhu
tertinggi dari setiap perlakuan. Namun kondisi suhu masih dalam batas normal.
Berikut
merupakan grafik hasil pengukuran pH tanaman air pada perlakuan kangkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang,
dan kontrol.
Gambar 2. Grafik Pengaruh Perlakuan
terhadap pH
Berdasarkan
gambar 2 terlihat bahwa pengaruh pH pada masing-masing perlakuan canderung
stabil dengan kisaran pH 6.74-8.1. Nilai pH terlihat naik pada pengukuran ke-2,
namun pada pengukuran ke-3 dan ke-4 nilai pH cenderung fluktuatif.
Berikut merupakan grafik hasil
pengukuran DO (mg/L) tanaman air pada perlakuan kangkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang,
dan kontrol.
Gambar 3. Grafk Pengaruh Perlakuan
terhadap DO (mg/L)
Berdasarkan
gambar 3 terlihat bahwa nilai DO pada pengukuran ke-2 cenderung fluktuatif dan
kembali stabil pada pengukuran ke-3 dan ke-4. Namun pada pengukuran ke-5 semua
nilai DO naik dari kondisi sebelumnya.
Berikut
merupakan grafik hasil pengukuran TAN tanaman air pada perlakuan kangkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang,
dan kontrol.
Gambar 4. Grafik Pengaruh TAN (mg/L)
terhadap Perlakuan
Berdasarkan
gambar 4 terlihat bahwa nilai TAN pada pengukuran ke-2 naik dari kondisi awal.
Pada pengukuran ke-3 nilai TAN turun pada masing-masing perlakuan kecuali
perlakuan kiambang yang sangan meningkat. Namun pada pengukuran ke-4 masing-masing
perlakuan naik kecuali kiambang dan turun pada pengukurn ke-5.
Berikut merupakan grafik pengukuran
nilai nitrat (mg/L) tanaman air pada perlakuan kangkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang,
dan kontrol.
Gambar 5. Grafik Pengaruh Perlakuan
terhadap Nitrat (mg/L)
Berdasarkan
gambar 5 terlihat bahwa nilai nitrat pada pengukuran ke-1 dan ke-2 cenderung
stabil. Namun pada pengukuran ke-3 nilai nitrat cenderung meningakt pada
perlakuan enceng gondok, Hydrilla
sp., dan kontrol. Perlakuan kiambang menunjukkan nilai nitrat yang stabil.
Namun pada pengukuran ke-4 dan ke-5 nilai nitrat cenderung fluktuatif pada
masing-masing perlakuan.
Berikut merupakan grafik hasil
pengukuran nilai nitrit tanaman air pada perlakuan kangkung air, Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang,
dan kontrol.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Perlakuan
terhadap Nitrit (mg/L)
Berdasarkan
gambar 5 nilai nitrit cenderung stabil pada pengukuran pertama dan kedua.
Perlakuan kiambang menunjukkan nilai nitrit yang stabil. Namun pada perlakuan
kangkung air, Hydrilla sp., enceng
gondok, dan kontrol terlihat nilai nitrit yang fluktiatif dengan nilai nitrit
tertinggi pada kontrol pengukuran ke-5.
Berikut merupakan grafik pengukuran CO2
tanaman air perlakuan kangkung air,
Hydrilla sp., enceng gondok, kiambang, dan kontrol.
Gambar 7. Grafik pengaruh perlakuan
terhadap nilai CO2 (mg/L)
Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa
nilai CO2 cenderung fluktiatif pada masing-masing perlakuan dengan
nilai CO2 tertinggi pada pengukuran ke-1 perlakuan kiambang. Namun
pada pengukuran ke-3, ke-4, dan ke-5 terlihat stabil.
Pembahasan
Dalam
akuakultur (budidaya perairan), tiga komponen utama yang terlibat di dalamnya
adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan) dan pakan.
Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan.
Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas
air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungan hidup ikan. Upaya
menjaga kualitas air dengan manajemen kualitas air melalui filter fisik akan
mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh
ikan.
Ikan koi termasuk keluarga ikan Cyprinidae.
Memiliki tingkat metabolisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan
beberapa jenis ikan lainnya, sehingga tingkat produksi limbah nitrogen yang
dihasilkan juga lebih tinggi (Afrianto 2004). Tingkat produksi nitrogen yang
tinggi ini disebabkan oleh intake pakan yang tinggi pula, disebabkan
oleh nafsu makan yang tinggi. Disamping nafsu makan yang tinggi seiring dengan
tingginya tingkat metabolisme, ikan koi juga memiliki sensitifitas yang tinggi
terhadap pencemaran sehingga pemeliharaan ikan koi kebanyakan dilakukan di
dalam kolam dengan sirkulasi air yang besar.
Kaitannya dengan praktikum ini
adalah, metabolisme ikan yang tinggi akan bermanfaat terutama untuk tamanan air
yang membutuhkan nitrogen hasil metabolisme ikan untuk pertumbuhannya. Tanaman
air akan memanfaatkan nitrogen dalam bentuk nitrat dan amonia untuk
pertumbuhanny. Sehingga, penggunaan ikan koi dalam praktikum manajemen kualitas
air dengan tanaman akan relevan. Ikan koi menghasilkan amonia dan nitrat yang
tinggi, sedangkan tanaman air membutuhkannya, dan akan terlihat disana tanaman
mana yang paling efektif dan baik dalam memperbaiki kualitas air dari cemaran
bahan organik nitrogen.
Proses pemenfaatan tanaman sebagai
filtrasi pada sirkulasi air atau kegiatan budidaya disebut biofilter. Tanaman
air dapat menyerap bahan-bahan organic melalui akar kemudian masuk dalam system
metabolism. Salah satu tujuan utama pemanfaatan tanaman sebagai filter adalah
memanfaatkan proses fotosintesis pada tanaman yang kemudian terjadi proses
pertukaran gas antara batang dan daun dengan air. Oksigen yang terlepas pada
perairan dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk bernafas atau oleh bakteri aerob
sehingga dapat membantu penguraian limbah pada perairan melalui bakteri aerob. Akar
pada tanaman air akan menyaring padatan (filtrasi ) yang terbawa air sehingga
air menjadi jernih. Daunnya berfungsi sebagai penghalang sinar matahari
sehingga sinar matahari yang masuk ke kolom perairan dapat dikurangi dan
pertumbuhan alga dapat dicegah (Ghufran 2007).
Menurut Nafis (2011), Suhu
optimum untuk ikan koi adalah 24-26oC, TAN yang
optimum untuk ikan koi adalah <0.1 (mg/l) (Aida et.al.
2008), kadar Nitrit
(NO2-N) untuk koi 0,01 mg/L -1,0 mg/L (Effendy H 1993),
kadar Nitrat (NO3-N) koi pada kisaran kadar 0,1 mg/L - 2,0 mg/L (Effendy
H 1993). Meskipun hasil uji sedikit berbeda dengan literatur, namun
perlakuan dengan tanaman kiambang memiliki kisaran yang baik dengan tidak
terjadinya fluktuasi yang signifikan pada suhu dibandingan dengan perlakuan uji
dengan tanaman lain. Berdasarkan hasil
uji menunjukkan dengan semakin menurunnya tingkat kadar CO2 dan
TAN sehingga sesuai untuk hidup ikan koi, meningkatnya kadar DO, dan rendahnya
kadar nitrit sebagai parameter uji kualitas air pada akuarium yang diberi
Salvinia molesta atau Kiambang merupakan perlakuan terbaik dalam
fitoremediasi. Menurut Sudibyaningsih
(2004) dalam Aida et.al. (2008),
Kiambang merupakan salah satu tanaman fitoremediator logam berat non esensial
seperti Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) yang terdapat pada limbah cair, serta
mampu beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi salinitas rendah (<10‰)
(Biber dan Patrick 2008). Penellitian Hidayati et.al. (2009) membuktikan bahwa hasil terbaik fitoremediasi air
Lumpur Sidoarjo pada konsentrasi sublethal adalah pada perlakuan menggunakan Salvinia
molesta selama 1 minggu, dengan penurunan kadar logam Cd dan Cr sebesar 50%
dan pada perlakuan Salvinia molesta 2 minggu, terjadi penurunan Cd
sebesar 70% dan Cr sebesar 30%, namun tanaman mengalami kejenuhan. Oleh karena
itu S. molesta dapat digunakan sebagai salah satu tanaman memperbaiki
kualitas air.
Kadar TAN
pada semua perlakuan berkisar antara 0,045-2,206, sedangkan menurut Boyd (1990)
kadar aman TAN di perairan tidak melebihi 0,1 yang akan merusak jaringan insang
pada ikan. Kadar nitrit semua perlakuan tanaman melebihi kadar nitrit yang
diperbolehkan disuatu perairan yaitu hingga mencapai nilai 62 mg/l pada tanaman
kangkung, 19 mg/l pada hydilla dan eceng gondok serta kiambang 5 mg/l. Sedangkan
standar baku mutu nitrit di suatu perairan agar tidak meracuni ikan adalah 0,5
mg/l (Hendrawati 2007). Senyawa nitrit berlebih berpengaruh terhadap menurunnya
kemampuan darah untuk mengikat oksigen, karena nitrit akan bereaksi lebih kuat
dengan hemoglobin yang mengakibatkan kematian ikan (Hendrawati 2007).
Kadar nitrat
dalam percobaan ini mencapai 31 mg/l pada tanaman eceng gondok, 27 mg/l pada
hydrilla, 10 mg/l pada kangkung air dan 2,8 mg/l pada kiambang. Kadar nitrat
dalam percobaan ini masih tinggi berarti sifat tanaman yang seharusnya
memanfaatkan nitrat sebagai nutrient utamanya tidak berfungsi dengan baik.
Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrient utama
bagi pertumbuhan tanaman dan alga serta sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil (Hendrawati 2007).
Kadar oksigen
terlarut pada seluruh percobaan ini berkisar 4,4-11,4 mg/l kadar oksigen
tersebut masih berada pada kisaran normal oksigen di perairan, hal ini
menunjukan proses fotosintesis tanaman air masih berjalan dengan baik. Menurut
Boyd (1990) kadar oksigen terlarut yang baik diperairan untuk kegiatan
akuakultur yaitu lebih dari 5 mg/l. kadar oksigen 1-5 mg/l tidak menyebabkan
kematian tetapi pertumbuhan ikan akan menjadi lambat jika berlangsung lama
(Boyd 1990)
Kadar CO2
terukur didapatkan nilai yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 0.02 – 19 ml/g
hal ini masih berada pada batas toksik kadar CO2 kecuali pada
tanaman kiambang pada pengukuran Ho yang mencapai 47 mg/l. Kadar CO2 yang
melebihi 20 mg/l dapat menyebabkan toksik yang berujung kematian pada ikan
(Yusuf 2008). Sedangkan kadar pH yaitu berkisar antara 6,74 – 8,06. Nilai ini
masih dalam kisaran yang normal karena pH yang dibutuhkan untuk kehidupan biota
baik tumbuhan maupun hewan air untuk bisa menjalani aktivitas secara normal
yaitu berkisar antara 6 – 9 (Yusuf 2008).
Fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan
micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat
kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan
menjadi bahan yang berguna secara ekonomi (Cannon
1960). Menurut Cannon (1960), fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi,
rizofiltrasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi
mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau
akumulasi senyawa itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang.
Rizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap,
mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme
kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan
oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia
tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi
terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun;
dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun.
Beberapa penerapan lapangan dengan konsepsi fitoremediasi ini yang cukup
berhasil diantaranya adalah menghilangkan logam berat yang mencemari
tanah dan air tanah, dan membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan
peledak.
KESIMPULAN
Bahan fisik dapat digunakan
dalam teknik manajemen kualitas air dengan metode pengendapan. Hasil terbaik
ditunjukan pada pengendapan bahan fisik menggunakan pasir malang dengan tingkat
kekeruhan yang semakin menurun.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Alhamdulilah akhirnya
laporan mengenai tanaman air selesai dikerjakan dengan baik. Terima kasih kami
ucapkan kepada seluruh teman-teman kelompok IV atas kerja sama yang baik dalam
praktikum ataupun pembuatan laporan ini sehingga dapat selesai tepat waktu.
Terima kasih juga kepada Kak Sofyan selaku asisten pembimbing kelompok IV,
serta ucapan terima kasih yang tidak lupa untuk semua asisten yang telah
membimbing dengan sabar dan ikhlas.
DAFTAR PUSTAKA
Cannon,
H.L.1960. Botabical prospecting for are
deposits science 132:591-598
Nafis A. 2011. Peluang Bisnis Koi. [Skripsi]. Jurusan
Teknik Informatika Stmik Amikom,
Yogyakarta.
Effendy H. 1993. Mengenal Beberapa jenis Koi. Yogyakarta : Kanisius.
Aida et.al.
2008. Pemanfaatan Ekstrak Daun Kecubung (Datura metel L.)
Sebagai Pembius Ikan Koi (Cyprinus carpio L.) Pada Saat Pengangkutan. Biota . Vol. 13 (1): 24-30.
Biber, Patrick D. 2008.
Determining Salinitytolerance of
giant Salvinia Using chlorophyll fluoreScence. Gulf and Caribbean Research. Vol 21.
Hidayati D et.al.. 2009. Aplikasi Fitoremidiasi Polutan
Dengan Kiambang (Salvinia Molesta) Dan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Pada Air
Tercemar Lumpur Lapindo Dan
Uji Biologis Sebagai Media Pemeliharaan Bandeng (Chanos Chanos). Lembaga Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Yulianto,V. 2001.
Aquascape: Menata Tanaman Dalam Aquarium.
Jakarta: Aromedia pustaka.
Afriantoet.al.2004.Pakan Ikan. Jogjakarta: Kanasius.
Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaqulture,
Alabama: Birmingham Publishing Co.
Hendrawati,
Prihadi, T.H., Rohmah, N.N., 2007. Analisis kadar phosfat dan N-Nitrogen
(amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo
di Sidoarjo, Jawa Timur. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
Yusuf,
G. 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan system simulasi tanaman air.
Jurnal bumi lestari, vol. 8 No. 2, Agustus 2008. Hal. 136-144
Ghufran HM et.al. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar