Laporan Praktikum ke-4 Hari/Tanggal : Senin/ 12 November 2012
m.k. Fisiologi Reproduksi Asisten : Cahyadin
Organisme Akuatik
PEMIJAHAN
ANABANTIDAE Betta splendens
KELOMPOK II
Intan Kurnia Sakarosa C14100056
|
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan
cupang (Betta splendens) merupakan
jenis ikan hias air tawar. Ikan cupang merupakan komoditas ikan hias yang ada
di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi ikan cupag disukai pada semua
kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Ikan cupang merupakan jenis
ikan yang cukup mudah untuk dibudidayakan. Keberhasilan dalam membudidaya ikan
khususnya ikan cupang ditentukan bukan hanya sekedar keunggulan ikan induk
melainkan proses pembudidayaan dalam menghasilkan suatu keturunan baru dalam
jumlah serta kualitas yang baik. Salah satu parameter yang menentukan
keberhasilan budidaya adalah proses pemijahan dan kontrol yang rutin.
Proses
pemijahan merupakan pertemuan ikan jantan dan ikan betina yang diukur dengan
keluarnya sel gamet jantan dan betina. Proses ini memiliki banyak aspek yang
menentukan baik buruknya hasil yang diperoleh. Aspek-aspek tersebut antara lain
seleksi induk yang baik, persiapan wadah dan substrat yang baik hingga
perlakuan sifat atau tipe pemijahan.
Pemijahan
kali ini digunakan ikan cupang sebagai objek pengamatan pemijahan. Pemilihan
ikan cupang dilakukaan karena ikan ini mampu
dipelihara pada lahan yang sumber airnya terbatas, tumbuh cepat, mampu
menghasilkan telur yang banyak, dan lebih tahan penyakit serta pemeliharaannya
lebih mudah dibandingkan ikan lainnya.
1.2
Tujuan
Untuk mempelajari cara pemijahan dan penanganan larva pada ikan
Anabantidae.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pembahasan
Genus Betta
terdiri atas dua kelompok tipe reproduksi. Ruber et al. (2004) menyebutkan bahwa 70 % dari anabantoid punya kebiasaan
reproduksi khusus. Ikan jantannya mengambil telur yang telah dipijahkan ke
dalam mulutnya dan menginkubasinya hingga empat minggu (Mouthbreeder). Sedangkan sisanya 30% dari anabantoid menghasilkan buble nest (Ruber et al. 2004) . Ikan cupang (Betta
splendens) adalah bagian dari kelompok 30 % anabantoids yang memiliki gaya
reproduksi berupa pembentukan buble nest.
Dalam Ruber et al.
(2004), ikan dengan kebiasaan menghasilkan nest
akan memiliki kebiasaan yang “malu-malu” selama masa pemijahan. Betina biasanya
menunjukkan gejala naik dan turun sebagai pertanda birahinya mulai muncul.
Kebiasaan ikan cupang jantan yang tergolong agresif mulai mengalami penurunan
saat melihat pertanda birahi dari cupang betina. Selama masa pemijihan, cupang
jantan cenderung lebih jinak. Setelah masa pemijahan usai, cupang jantan akan
kembali kepada tempramen awalnya sebagai “fighting
fish”.
Rainwater dan Miller (1966) menyebutkan bahwa
identifikasi awal kesiapan memijah pada ikan cupang ditandai dengan makin
cerahnya warna pada ikan cupang jantan sehingga lebih mencolok. Sedangkan pada
betina yang siap memijah menunjukkan adanya garis-garis horizontal yang
menghilang, dan hadirnya warna yang lebih gelap dan serangkaian garis di
dorsoventral yang cerah. Setelah fase ini terlewati, ikan cupang jantan mulai
membangun nest dan mendekati cupang
betina. Kecepatan renang cupang jantan saat mendekati cupang betina adalah
lambat, dengan undulasi bagian sirip kaudal. Cupang betina mengikuti gerakan
cupang jantan jika merasa cocok. Jika betina merespon dengan bergerak cepat,
maka cupang jantan akan menjadi lebih agresif.
Rainwater dan Miller (1966) juga menjelaskan, saat akan
mengeluarkan telur, cupang betina mendekatkan posisi urogenitalnya di dekat buble nest. Setelah telur dilepas,
cupang jantan secara bersamaan juga mengeluarkan sperma. Ejakulasi pada ikan
cupang jantan susah untuk diamati (Forselius 1957 dalam Rainwater dan Miller 1966). Telur ikan B.splendens kemudian tenggelam secara perlahan ke dasar atau
terperangkap dalam tubuh ikan cupang jantan yang membentuk kurva. Dalam selang
waktu 4-8 detik saja, ikan cupang jantan bisa menangkap kurang lebih 90%
telur-telur itu di dalam mulutnya sebelum jatuh menyentuh dasar. Diameter telur
ikan cupang berkisar 0.8 sampai 0.9 mm (Choola 1930 dalam Rainwater dan Miller 1966). Sementara jantan membawa
telur-telur di dalam mulutnya untuk diletakkan di buble nest, ikan cupang betina berenang ke dasar untuk mengambil
material di dasar dan membawanya menuju nest
di samping ikan cupang jantan. Kebiasaan memakan telur oleh ikan tidak
pernah ditemukan pada cupang setelah pemijahan. Setelah semua telur diletakkan
pada nest, betina dipisahkan dari
jantan. Berdasarkan praktikum
pemijahan cupang yang telah dilakasanakan ikan cupang jantan telah mengeluarkan
bubble nest dan terjadi pemijahan,
namun tidak terjadi penetasan telur , hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
kualitas dari induk ikan cupang, sebagaimana diliteratur menyatakan kualitas
telur dan larva sangat ditentukan oleh induknya.
Menurut Sumandinata (1981), fekunditas dapat menunjukkan kemampuan
induk untuk menghasilkan anak ikan di dalam suatu pemijahan. Ikan Cupang (Betta splendens) termasuk ikan
berfekunditas kecil karena dari sepuluh pasang induk yang diamati, terdapat
sebanyak 775 butir hingga 900 butir telur yang dioviposisikan (Yustina et.al. 2003). Besar kecilnya fekunditas
dipengaruhi oleh makan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan dapat juga
dipengaruhi oleh diameter telur (Woynarivich dalam Yustina & Arnentis 2003). Umumnya ikan yang berdiameter
telur 0,6 – 1,1 mm mempunyai fekunditas 100.000 sampai 300.000 butir. Hasil penelitian Diani et.al. (2010), menunjukkan bahwa ikan cupang serit memiliki jumlah
telur berkisar 408-815 butir per ekor induk.
Menurut (Yustina dan Arnentis
2001), fekunditas
dapat dihitung sebagai berikut :
F =
Dimana :
F =fekunditas (butir)
G = berat gonad(g)
V = isi pengenceran (ml)
Q = telur contoh(g)
X=Jumlah telur tiap ml
Telah ditemukan
fakta bahwa dari indukan ikan cupang
halfmoon yang berkualitas hanya menghasilkan 70 %
anakan yang berkualitas. Oleh karena itu diharuskan melakukan pemilihan calon
indukan yang matang seksual, sehingga tingkat keberhasilan dan angka tetas
telur (HR) mencapai 80 % hingga 90 %. Cupang jenis ini memiliki sirip dan ekor
yang lebar dan simetris menyerupai bentuk bulan setengah. Jenis cupang ini
pertama kali dibudidaya di Amerika Serikat oleh Peter Goettner pada tahun 1982. Selain itu juga terdapat cupang jenis serit, cupang jenis ini pertama kali dibudidayakan oleh seorang peternak
cupang bernama A. Yusuf yang tinggal di daerah Jakarta Timur, pada tahun 1997
namun adapula sebagian mengatakan dibudidayakan pertamakali oleh Muhammad Yamin
dari daerah Jakarta Barat. Ciri utamanya adalah sirip dan ekornya yang
menyerupai sisir sehingga di namakan serit (Trubus 2010).
Menurut Balai Besar Pengkajian (2012), perkawinan indukan Ikan Cupang Serit
ini belum tentu langsung menghasilkan serit silang. Baru pada turunan
kedua keturunan serit silang muncul, itupun hanya sekitar 25% dari keseluruhan
anakan. Karena serit silang tergolong sulit diproduksi secara kontinyu. Tingkat
kelangsungan hidup dari satu pasang ikan cupang mampu menghasilkan anakan atau
survival rate (SR) sebesar 90 % atau sekitar 500 hingga 700 ekor. Selanjutnya, cupang jenis plakat, cupang plakat hampir mirip cupang laga tapi mempunyai ekor dan sirip
lebih lebar dan indah. Ada juga
cupang plakat untuk dikembangkan agar tubuhnya tumbuh lebih besar & indah
di banding dengan cupang umumnya yaitu ber ukuran sekitar 10 – 12 cm diukur dari ujung
mulutsamapai ujung ekornnya. Jadi besarnya kurang lebih dua kali besar ikan cupang normal yang merupakan persilangan antara cupang alam
dengan plakat yang berbadan agak besar yang menjadikan
ikan jenis baru yaitu ikan cupang giant plakat
(Sudradjad 2003).
Menurut Lesmana et al (2001), ukuran maksimal ikan
cupang mencapai sekitar 6 cm. Induk cupang akan mulai memijah pada umur 5-6
bulan. Wadah pemijahannya dapat berupa akuarium, bak, atau toples. Penanganan telur ikan cupang hasil pemijahan terdiri atas cara,
yaitu telur-telur hasil pemijahan diasuh oleh induk jantan (parental care) atau telur dibiarkan menetas sendiri tanpa
asuhan induk jantan. Kedua cara tersebut menghasilkan benih ikan cupang
berbeda-beda, telur yang diasuh oleh induk jantan akan menetas lebih banyak,
karena tingkat predasinya rendah. Namun cara membiarkan telur menetas sendiri
juga ada kelebihannya, yaitu telur lebih aman dari pemangsaaan induk jantan
yang tidak mau mengasuh telurnya dan induk jantan tersebut dapat cepat pulih
serta cepat matang gonad sehingga induk jantan bisa memijah lagi.
Bila dipilih cara kedua,
maka kedua induk setelah memijah diangkat dan dimasukkan kedalam wadah
pemeliharaan semula. Kemudian di dalam akuarium yang berisi telur ditambahkan
larutan Methylene Blue 0,5 mg/l air akuarium untuk mencegah serangan
jamur. Cadangan makanan larva berupa kuning telur (yolk sack) akan
habis, biasanya pada hari ketiga setelah menetas, larva diberi makan suspensi kuning
telur ayam rebus atau dengan infusoria (sebangsa protozoa). Setelah benih ikan
bertambah besar, pakan yang diberikan berupa naupli Artemia sampai
ikan dapat memakan cacing rambut atau kutu air.
Pemindahan benih ke wadah
yang lebih besar perlu dilakukan apabila pada wadah pertama terlalu padat. Hal
ini dimaksudkan agar pertumbuhan ikan tidak terhambat. Kegiatan ini biasanya
dilakukan setelah ikan berumur satu bulan. Sedangkan setelah ikan berumur 2
bulan, perlu dilakukan penyortiran jenis kelamin untuk mencegah ikan-ikan
jantan berkelahi, dan setiap ikan jantan hasil seleksi tersebut dimasukkan
kedalam wadah yang terpisah.
Induk betina
yang sudah matang gonad ditandai dengan perut yang buncit dan agak transparan sehingga telur nampak di
dalam perut. Sedangkan pada induk jantan yang matang gonad warna siripnya lebih
cerah, lebih agresif. Prinsipnya pemijahan dilakukan secara berpasangan dalam
setiap wadah yang terpisah (akuarium, ember atau dalam kotak-kotak yang
ditempatkan didalam bak). Sebelum dicampurkan induk betina dimasukkan dalam
botol agar tidak mengganggu jantan dalam membuat sarang busa. Sarang dibuat
dengan cara mengambil gelembung udara dari permukaan dan melepaskannya ke bawah
permukaan daun atau tanaman air yang mengapung dipermukaan air.
Sarang yang telah di buat
oleh jantan sudah selesai, kemudian induk betina dikeluarkan dari botol dan
dicampurkan dengan jantan agar dapat memulai pemijahan. Pada saat pemijahan
tubuh jantan menyelubungi induk betina membentuk huruf ” U ” dengan ventral
saling berdekatan selama satu menit sampai mengeluarkan telur yang segera
dibuahi sperma. Telur perlahan tenggelam dan akan segera diambil oleh induk
jantan dengan mulutnya untuk selanjutnya diletakkan disarang busa. Proses
pemijahan berlangsung selama satu jam dengan 20-25 tahap pemijahan yang sama.
Ketika aktifitas pemijahan berakhir, induk betina dipindahkan dari tempat
pemijahan untuk dikembalikan ke tempat pemeliharaan induk, namun sebaiknya
lebih dulu dimasukkan dalam larutan metyline blue 2 mg/liter selama 24 jam
untuk mengobati luka yang mungkin ada setelah pemijahan. Sedang induk jantan
tetap pada wadah pemijahan untuk merawat dan menjaga telur sampai menetas.
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2009. Beternak
ikan cupang. http://agustomank.
com/foto-ikan/ [ 8 November 2012]
Balai
Besar Pengkajian. 2012. Usaha pemijahan ikan hias cupang (Betta splendens).http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_conte nt&ta sk=view&id=304&Itemid=61 [ 9 November 2012]
Diani et.al.. 2010. Usaha pembenihan ikan hias
cupang (Betta splenders) di kabupaten
serang. Bogor :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.
Lesmana D.S, Dermawan I.
2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar
Populer. Jakarta: Penebar
Swadaya
Pramono B. 2011. Teknologi budidaya ikan hias. http://taufikbudhipramono.unsoed.ac.id teknologi-budidaya- ikan-hias-3/ [8 November 2012]
Rainwater FL, R J
Miller. 1966. Courtship and reproductive behavior of the Siamese Fighting Fish,
Betta splendens Regan (Pisces,
Belontiidae). Proc Of The Okla. Acad. Of Sci. For 1966 :98-114
Ruber L, R Britz, H H
Tan, Peter K L Ng, R Zardoya. 2004. Evolution of mouthbrooding and life-history
correlates in the fighting fish genus Betta.
Evolution 58 (4) : 799-813
Sudradjad. 2003. Pembenihan Dan Pembesaran Cupang Hias. Yogyakarta: Kanisius
Trubus. 2010. Ikan Hias. http://www.trubus-online.co.id/index.php/tulisan- lain/89-ikan-hias.html?start=9 [ 9 November 2012]
Yustina et.al. 2003. Daya Tetas dan
Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta
splendens
di Habitat
Buatan. Jurnal
Natur Indonesia. Vol 5(2): 129-132.
LAMPIRAN
Print screen daftar pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar