Kamis, 07 Maret 2013

PEMIJAHAN ANABANTIDAE Betta splendens


Laporan Praktikum ke-4                Hari/Tanggal  : Senin/ 12 November 2012     
m.k. Fisiologi Reproduksi                Asisten             : Cahyadin
        Organisme Akuatik                                             


PEMIJAHAN ANABANTIDAE Betta splendens


KELOMPOK II

Intan Kurnia Sakarosa           C14100056



logo_ipb









                            

 
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012














I.     PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Ikan cupang (Betta splendens) merupakan jenis ikan hias air tawar. Ikan cupang merupakan komoditas ikan hias yang ada di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi ikan cupag disukai pada semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Ikan cupang merupakan jenis ikan yang cukup mudah untuk dibudidayakan. Keberhasilan dalam membudidaya ikan khususnya ikan cupang ditentukan bukan hanya sekedar keunggulan ikan induk melainkan proses pembudidayaan dalam menghasilkan suatu keturunan baru dalam jumlah serta kualitas yang baik. Salah satu parameter yang menentukan keberhasilan budidaya adalah proses pemijahan dan kontrol yang rutin.
Proses pemijahan merupakan pertemuan ikan jantan dan ikan betina yang diukur dengan keluarnya sel gamet jantan dan betina. Proses ini memiliki banyak aspek yang menentukan baik buruknya hasil yang diperoleh. Aspek-aspek tersebut antara lain seleksi induk yang baik, persiapan wadah dan substrat yang baik hingga perlakuan sifat atau tipe pemijahan.
Pemijahan kali ini digunakan ikan cupang sebagai objek pengamatan pemijahan. Pemilihan ikan cupang dilakukaan karena ikan ini mampu  dipelihara pada lahan yang sumber airnya terbatas, tumbuh cepat, mampu menghasilkan telur yang banyak, dan lebih tahan penyakit serta pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan ikan lainnya.      

1.2         Tujuan
Untuk mempelajari cara pemijahan dan penanganan larva pada ikan Anabantidae.

II.    PEMBAHASAN

2.1         Pembahasan
Genus Betta terdiri atas dua kelompok tipe reproduksi. Ruber et al. (2004) menyebutkan bahwa 70 % dari anabantoid punya kebiasaan reproduksi khusus. Ikan jantannya mengambil telur yang telah dipijahkan ke dalam mulutnya dan menginkubasinya hingga empat minggu (Mouthbreeder). Sedangkan sisanya 30% dari anabantoid menghasilkan buble nest (Ruber et al. 2004) . Ikan cupang (Betta splendens) adalah bagian dari kelompok 30 % anabantoids yang memiliki gaya reproduksi berupa pembentukan buble nest.
Dalam Ruber et al. (2004), ikan dengan kebiasaan menghasilkan nest akan memiliki kebiasaan yang “malu-malu” selama masa pemijahan. Betina biasanya menunjukkan gejala naik dan turun sebagai pertanda birahinya mulai muncul. Kebiasaan ikan cupang jantan yang tergolong agresif mulai mengalami penurunan saat melihat pertanda birahi dari cupang betina. Selama masa pemijihan, cupang jantan cenderung lebih jinak. Setelah masa pemijahan usai, cupang jantan akan kembali kepada tempramen awalnya sebagai “fighting fish”.
Rainwater dan Miller (1966) menyebutkan bahwa identifikasi awal kesiapan memijah pada ikan cupang ditandai dengan makin cerahnya warna pada ikan cupang jantan sehingga lebih mencolok. Sedangkan pada betina yang siap memijah menunjukkan adanya garis-garis horizontal yang menghilang, dan hadirnya warna yang lebih gelap dan serangkaian garis di dorsoventral yang cerah. Setelah fase ini terlewati, ikan cupang jantan mulai membangun nest dan mendekati cupang betina. Kecepatan renang cupang jantan saat mendekati cupang betina adalah lambat, dengan undulasi bagian sirip kaudal. Cupang betina mengikuti gerakan cupang jantan jika merasa cocok. Jika betina merespon dengan bergerak cepat, maka cupang jantan akan menjadi lebih agresif.
Rainwater dan Miller (1966) juga menjelaskan, saat akan mengeluarkan telur, cupang betina mendekatkan posisi urogenitalnya di dekat buble nest. Setelah telur dilepas, cupang jantan secara bersamaan juga mengeluarkan sperma. Ejakulasi pada ikan cupang jantan susah untuk diamati (Forselius 1957 dalam Rainwater dan Miller 1966). Telur ikan B.splendens kemudian tenggelam secara perlahan ke dasar atau terperangkap dalam tubuh ikan cupang jantan yang membentuk kurva. Dalam selang waktu 4-8 detik saja, ikan cupang jantan bisa menangkap kurang lebih 90% telur-telur itu di dalam mulutnya sebelum jatuh menyentuh dasar. Diameter telur ikan cupang berkisar 0.8 sampai 0.9 mm (Choola 1930 dalam Rainwater dan Miller 1966). Sementara jantan membawa telur-telur di dalam mulutnya untuk diletakkan di buble nest, ikan cupang betina berenang ke dasar untuk mengambil material di dasar dan membawanya menuju nest di samping ikan cupang jantan. Kebiasaan memakan telur oleh ikan tidak pernah ditemukan pada cupang setelah pemijahan. Setelah semua telur diletakkan pada nest, betina dipisahkan dari jantan. Berdasarkan praktikum pemijahan cupang yang telah dilakasanakan ikan cupang jantan telah mengeluarkan bubble nest dan terjadi pemijahan, namun tidak terjadi penetasan telur , hal ini dapat disebabkan karena kurangnya kualitas dari induk ikan cupang, sebagaimana diliteratur menyatakan kualitas telur dan larva sangat ditentukan oleh induknya.      
Menurut Sumandinata (1981), fekunditas dapat menunjukkan kemampuan induk untuk menghasilkan anak ikan di dalam suatu pemijahan. Ikan Cupang (Betta splendens) termasuk ikan berfekunditas kecil karena dari sepuluh pasang induk yang diamati, terdapat sebanyak 775 butir hingga 900 butir telur yang dioviposisikan (Yustina et.al. 2003). Besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur (Woynarivich dalam Yustina & Arnentis 2003). Umumnya ikan yang berdiameter telur 0,6 – 1,1 mm mempunyai fekunditas 100.000 sampai 300.000 butir. Hasil penelitian Diani et.al. (2010), menunjukkan bahwa ikan cupang serit memiliki jumlah telur berkisar 408-815 butir per ekor induk.
Menurut (Yustina dan Arnentis 2001), fekunditas dapat dihitung sebagai berikut :  
F =
Dimana :
 F =fekunditas (butir)
G = berat gonad(g)
V = isi pengenceran (ml)
Q = telur contoh(g)
X=Jumlah telur tiap ml

            Telah ditemukan fakta bahwa dari indukan ikan cupang halfmoon yang berkualitas hanya menghasilkan 70 % anakan yang berkualitas. Oleh karena itu diharuskan melakukan pemilihan calon indukan yang matang seksual, sehingga tingkat keberhasilan dan angka tetas telur (HR) mencapai 80 % hingga 90 %. Cupang jenis ini memiliki sirip dan ekor yang lebar dan simetris menyerupai bentuk bulan setengah. Jenis cupang ini pertama kali dibudidaya di Amerika Serikat oleh Peter Goettner pada tahun 1982. Selain itu juga terdapat cupang jenis serit, cupang jenis ini pertama kali dibudidayakan oleh seorang peternak cupang bernama A. Yusuf yang tinggal di daerah Jakarta Timur, pada tahun 1997 namun adapula sebagian mengatakan dibudidayakan pertamakali oleh Muhammad Yamin dari daerah Jakarta Barat. Ciri utamanya adalah sirip dan ekornya yang menyerupai sisir sehingga di namakan serit (Trubus 2010).
            Menurut Balai Besar Pengkajian (2012), perkawinan indukan Ikan Cupang Serit  ini belum tentu langsung menghasilkan serit silang. Baru pada turunan kedua keturunan serit silang muncul, itupun hanya sekitar 25% dari keseluruhan anakan. Karena serit silang tergolong sulit diproduksi secara kontinyu. Tingkat kelangsungan hidup dari satu pasang ikan cupang mampu menghasilkan anakan atau survival rate (SR) sebesar 90 % atau sekitar 500 hingga 700 ekor. Selanjutnya, cupang jenis plakat, cupang plakat hampir mirip cupang laga tapi mempunyai ekor dan sirip lebih lebar dan indah. Ada juga cupang plakat untuk dikembangkan agar tubuhnya tumbuh lebih besar & indah di banding dengan cupang umumnya yaitu ber ukuran sekitar 10 – 12 cm diukur dari ujung mulutsamapai ujung ekornnya. Jadi besarnya kurang lebih dua kali besar ikan cupang normal yang merupakan persilangan antara cupang alam dengan plakat yang berbadan agak besar yang menjadikan ikan jenis baru yaitu ikan cupang giant plakat (Sudradjad 2003).
          Menurut Lesmana et al (2001), ukuran maksimal ikan cupang mencapai sekitar 6 cm. Induk cupang akan mulai memijah pada umur 5-6 bulan. Wadah pemijahannya dapat berupa akuarium, bak, atau toples. Penanganan telur ikan cupang hasil pemijahan terdiri atas cara, yaitu telur-telur hasil pemijahan diasuh oleh induk jantan (parental care)  atau telur dibiarkan menetas sendiri tanpa asuhan induk jantan. Kedua cara tersebut menghasilkan benih ikan cupang berbeda-beda, telur yang diasuh oleh induk jantan akan menetas lebih banyak, karena tingkat predasinya rendah. Namun cara membiarkan telur menetas sendiri juga ada kelebihannya, yaitu telur lebih aman dari pemangsaaan induk jantan yang tidak mau mengasuh telurnya dan induk jantan tersebut dapat cepat pulih serta cepat matang gonad sehingga induk jantan bisa memijah lagi.
Bila dipilih cara kedua, maka kedua induk setelah memijah diangkat dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan semula. Kemudian di dalam akuarium yang berisi telur ditambahkan larutan Methylene Blue 0,5 mg/l air akuarium untuk mencegah serangan jamur. Cadangan makanan larva berupa kuning telur (yolk sack) akan habis, biasanya pada hari ketiga setelah menetas, larva diberi makan suspensi kuning telur ayam rebus atau dengan infusoria (sebangsa protozoa). Setelah benih ikan bertambah besar, pakan yang diberikan berupa naupli Artemia sampai ikan dapat  memakan cacing rambut atau kutu air.
Pemindahan benih ke wadah yang lebih besar perlu dilakukan apabila pada wadah pertama terlalu padat. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan ikan tidak terhambat. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah ikan berumur satu bulan. Sedangkan setelah ikan berumur 2 bulan, perlu dilakukan penyortiran jenis kelamin untuk mencegah ikan-ikan jantan berkelahi, dan setiap ikan jantan hasil seleksi tersebut dimasukkan kedalam wadah yang terpisah.
          Induk betina yang sudah matang gonad ditandai dengan perut yang buncit  dan agak transparan sehingga telur nampak di dalam perut. Sedangkan pada induk jantan yang matang gonad warna siripnya lebih cerah, lebih agresif. Prinsipnya pemijahan dilakukan secara berpasangan dalam setiap wadah yang terpisah (akuarium, ember atau dalam kotak-kotak yang ditempatkan didalam bak). Sebelum dicampurkan induk betina dimasukkan dalam botol agar tidak mengganggu jantan dalam membuat sarang busa. Sarang dibuat dengan cara mengambil gelembung udara dari permukaan dan melepaskannya ke bawah permukaan daun atau tanaman air yang mengapung dipermukaan air.
Sarang yang telah di buat oleh jantan sudah selesai, kemudian induk betina dikeluarkan dari botol dan dicampurkan dengan jantan agar dapat memulai pemijahan. Pada saat pemijahan tubuh jantan menyelubungi induk betina membentuk huruf ” U ” dengan ventral saling berdekatan selama  satu  menit sampai mengeluarkan telur yang segera dibuahi sperma. Telur perlahan tenggelam dan akan segera diambil oleh induk jantan dengan mulutnya untuk selanjutnya diletakkan disarang busa. Proses pemijahan berlangsung selama satu jam dengan 20-25 tahap pemijahan yang sama. Ketika aktifitas pemijahan berakhir, induk betina dipindahkan dari tempat pemijahan untuk dikembalikan ke tempat pemeliharaan induk, namun sebaiknya lebih dulu dimasukkan dalam larutan metyline blue 2 mg/liter selama 24 jam untuk mengobati luka yang mungkin ada setelah pemijahan. Sedang induk jantan tetap pada wadah pemijahan untuk merawat dan menjaga telur sampai menetas.


 DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2009. Beternak ikan cupang. http://agustomank. com/foto-ikan/ [ 8    November 2012]

Balai Besar Pengkajian. 2012. Usaha pemijahan ikan hias cupang (Betta           splendens).http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_conte   nt&ta          sk=view&id=304&Itemid=61 [ 9 November 2012]

Diani et.al.. 2010. Usaha pembenihan ikan hias cupang (Betta splenders) di            kabupaten serang. Bogor : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten.

Lesmana D.S, Dermawan I. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.             Jakarta: Penebar Swadaya

Pramono B. 2011. Teknologi budidaya ikan hias.      http://taufikbudhipramono.unsoed.ac.id teknologi-budidaya-          ikan-hias-3/ [8    November 2012]

Rainwater FL, R J Miller. 1966. Courtship and reproductive behavior of the Siamese Fighting Fish, Betta splendens Regan (Pisces, Belontiidae). Proc Of The Okla. Acad. Of Sci. For 1966 :98-114

Ruber L, R Britz, H H Tan, Peter K L Ng, R Zardoya. 2004. Evolution of mouthbrooding and life-history correlates in the fighting fish genus Betta. Evolution 58 (4) : 799-813

Sudradjad. 2003. Pembenihan Dan Pembesaran Cupang Hias. Yogyakarta:             Kanisius


Yustina et.al. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta
            splendens di Habitat Buatan. Jurnal Natur Indonesia. Vol 5(2): 129-132.






LAMPIRAN


Print screen daftar pustaka:
           




                                                                                                               


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar