Kamis, 07 Maret 2013

UJI BIOLOGIS DAN LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) dan IKAN PATIN (Pangasius sp.)


Laporan Praktikum ke-14                               Hari/Tanggal   : 21 Desember 2012
m.k. Teknologi Pembuatan dan                      Kelompok       : II
                        Pemberian Pakan                    








UJI BIOLOGIS DAN LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) dan IKAN PATIN
(Pangasius sp.)



Disusun oleh:
Intan Kurnia Sakarosa
C14100056


















DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Pencernaan adalah suatu proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisika dan kimia sehingga makanan berubah dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana untuk selanjutnya diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan pada proses metabolisme sistem peredaran darah (Affandi, 2002).
            Salah satu organ yang berperan penting dalam proses pencernaan adalah lambung. Lambung yang merupakan segmen pencernaan yang mempunyai diameter  terbesar dari segmen lainnya. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsi lambung yakni penampung makanan dan mencerna makanan. Laju Pengosongan Lambung menggunakan prinsip bahwa lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali karena adanya proses pengangkutan makanan (chime) menuju usus melalui segmen pilorus untuk diserap oleh tubuh.  Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan.
            Tingkat kepenuhan lambung ini diekspresikan dalam nilai indeks kepenuhan lambung (ISC, index of stomach content). Nilai ISC untuk setiap jenis ikan berbeda, sehingga penentuan nilai ISC dengan metode laju pengosongan lambung sangat diperlukan dalam penentuan frekuensi pemberian pakan.
1.2 Tujuan 
Untuk melihat laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan. Kompetisi yang ingin dicapai adalah setelah praktikum mahasiswa dapat mengetahui bentuk lambung yang kosong dan berisi pakan, terampil dalam mengisolasi lambung ikan dan dapat menghitung laju pengosongan lambung.







II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 7 Desember 2012 hingga tanggal 21 Desember 2012 bertempat di Laboratoriun Nutrisi Basah, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, syiringe, seperangkat alat resirkulasi  air, dan akuarium. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Patin (Pangasius sp.).

2.3 Prosedur Kerja
            Dilakukan pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Patin (Pangasius sp.). Masing masing sebanyak 6 dan 8 ekor, selama 14 hari dengan pemberian pakan komersil dan sistem air resirkulasi. Akuarium yang telah diisi dengan air setinggi 20 cm, kemudian diberi aerasi pada akuarium yang akan dipakai. Ikan Nila dan Ikan Patin dengan ukuran yang seragam ditebar pada akuarium yang telah disiapkan. Ikan diberikan pakan sebanyak 2,5 gram perharinya sebanyak 3 kali sehari.
            Untuk semua ikan pada salah satu akuarium dan lakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil lakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan ringan atau nol jam setelah makan. 60 menit setelah pemberian pakan ambil semua pada salah satu akuarium yang lain dan lakukan juga pembedahan pada bagian ventral untuk dapat mengambil lambung ikan serta melakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung.




III. TINJAUAN PUSTAKA
Laju pengosongan lambung dapat didefinisikan sebagai laju dari sejumlah pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit. Faktor- faktor yang mempengarugi laju pengosongan lambung menurut Arispurnomo (2010) antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik
Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter. Ini merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun demikian biasanya cukup besar untuk mencegah aliranchyme ke duodenum kecuali bila terdapat gelombang peristaltik antrum yang mendorongnya.
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan ke antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang berjalan ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal duodenum dihambat, yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap gelombang peristaltik, beberapa millimeter chyme didorong masuk ke duodenum.
            Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan juga oleh sinyal dari duodenum. Sinyal dari lambung adalah derajat peregangan lambung oleh makanan, dan adanya hormon gastrin yang dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon regangan. Kedua sinyal tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus dan karena itu mempermudah pengosongan lambung. Sebaliknya, sinyal dari duodenum menekan aktivitas pompa pilorus.          Pada umumnya, bila volume chyme berlebihan atau chyme tertentu berlebihan telah masuk duodenum. Sinyal umpan balik negatif yang kuat, baik syaraf maupun hormonal dihantarkan ke lambung untuk menekan pompa pilorus. Jadi, mekanisme ini memungkinkan chyme masuk ke duodenum hanya secepat ia dapat diproses oleh usus halus.
2. Volume Makanan
Volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal, peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,. Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.
3. Hormon Gastrin
Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung menimbulkan dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum. Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat pengaruhnya dalam mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek konstriktor pada ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus selama peningkatan aktivitas lambung.
4. Refleks Enterogastrik
Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap saat, khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini mungkin memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas pompa pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan pengosongan lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut syaraf aferen dalam nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali melalui serabut syaraf eferen ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian sinyal mungkin dihantarkan langsung melalui pleksus mienterikus. Refleks enterogastrik khususnya peka terhadap adanya zat pengiritasi dan asam dalam chyme duodenum. Misalnya, setiap saat dimana pH chyme dalam duodenum turun di bawah kira-kira 3.5 sampai 4, refleks enterogastrik segera dibentuk, yang menghambat pompa pilorus dan mengurangi atau menghambat pengeluaran lebih lanjut isi lambung yang asam ke dalam duodenum sampai chyme duodenum dapat dinetralkan oleh sekret pankreas dan sekret lainnya. Hasil pemecahan pencernaan protein juga akan menimbulkan refleks ini, dengan memperlambat kecepatan pengosongan lambung, cukup waktu untuk pencernaan protein pada usus halus bagian atas. Cairan hipotonik atau hipertonik (khususnya hipertonik) juga akan menimbulkan refleks enterogastrik. Efek ini mencegah pengaliran cairan nonisotonik terlalu cepat ke dalam usus halus, karena dapat mencegah perubahan keseimbangan elektrolit yang cepat dari cairan tubuh selama absorpsi isi usus.
5. Umpan Balik Hormonal dari Duodenum – Peranan Lemak
Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang peranan penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya masuk ke dalam usus yang lebih distal. Walaupun demikian, mekanisme yang tepat dimana lemak menyebabkan efek mengurangi pengosongan lambung tidak diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek tetap terjadi meskipun refleks enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini akibat dari beberapa mekanisme umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh adanya lemak dalam duodenum.
6. Kontraksi Pyloric Sphincter
Biasanya, derajat kontraksi pyloric sphincter tidak sangat besar, dan kontraksi yang terjadi biasanya dihambat waktu gelombang peristaltik pompa pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama, yang menghambat kontraksi lambung, dapat secara serentak meningkatkan derajat kontraksi dari pyloric sphincter.Faktor ini menghambat atau mengurangi pengosongan lambung, dan oleh karena itu menambah proses pengaturan pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan atau iritasi yang berlebihan dalam bulbus duodeni menimbulkan kontraksi pilorus derajat sedang.
7. Keenceran Chyme
Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah untuk dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai diencerkan oleh proses pencernaan lambung. Selain itu pengosongan lambung juga dipengaruhi oleh pemotongan nervus vagus dapat memperlambat pengosongan lambung, vagotomi menyebabkan peregangan lambung yang relatif hebat, keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan lambung.
Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (Affandi, 2002). Kebiasaan makanan ikan berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran (Affandi, 2002). Laju pengosongan lambung dapat dijadikan indikator tentang dasar penentuan frekuensi pemberian pakan.
Digesti adalah proses penghancuran zat makanan (makro molekul)  menjadi zat yang terlarut (mikro molekul) sehingga zat makanan tersebut mudah diserap dan kemudian digunakan dalam proses metabolisme, proses ini memerlukan waktu. Waktu yang diperlukan untuk mencerna makanannya itu disebut dengan laju digesti. Alat-alat pencernaan terdiri atas dua saluran yaitu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan meliputi mulut, rongga mulut, pharink, esophagus, lambung, pilorus, usus, rektum, dan anus. Kelenjar pencernaanya terdiri atas hati, empedu, dan pankreas (Fujaya, 2002). Proses degradasi protein terjadi di lambung dan usus, sementara penyerapan makanan terjadi di usus (Fujaya, 2004 dalam Rachmansyah et al., 2008). Makin cepat waktu pengosongan lambung, frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan makin tinggi (Gwither dan Grove, 1981 dalam Tahapari dan Suhenda, 2009). Makin kecil ukuran ikan, makin sering frekuensi pemberian pakannya (Kono dan Nose, 1971 dalamTahapari dan Suhenda, 2009). Mengukur perkembangan dan konsumsi sangat pentingsalah satu komponen untuk memahami ekologi dari banyak jenis ikan, ini untuk mengintegrasikan keterangan dari faktor biotik dan abiotik (Kwak et al., 2006 dalamTetzlaff et al., 2010).
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Filum                           :Chordata
Sub Filum                    :Vertebrata
Kelas                           :Pisces
Sub Kelas                    :Teleostei
Ordo                            :Ostariophysi
Sub Ordo                    :Siluroidei
Family                         :Schilbeidae
Genus                          :Pengasius
Spesies                        :Pangasius hypopthalmus.

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:
Kingdom                     :Animalia
Filum                           :Chordata
Sub Filum                    :Vertebrata
Kelas                           :Pisces
Sub Kelas                    : Teleosin
Ordo                            : Percormorphii
Sub Ordo                    : Percoidae
Famili                          : Cichlidae
Genus                          :Oreochromis
Spesies                        :Oreochromis niloticus
            Morfologi ikan nila yaitu memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah bertikal (kompres) dengan profil empat persegi panjang ke arah antero posterior. Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembuhkan. Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya garis tersebut kelihatan condong letaknya. Ciri khas ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal (ekor) dengan bentuk membuat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan sebagai indikasi kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah tipe ctenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, begitu pun bagian analnya.
   Menurut Yuwono (2001) faktor utama yang mempengaruhi kebutuhan  energi pada ikan  adalah:
Ø  Spesies terdapat suatu perbedaan tingkah laku  yang besar diantara spesies ikan misalnya pola aktivitas yang berbeda
Ø  Pertumbuhan dapat dianggap sebagai  hasil dari proses  yang cenderung  yang cenderung untuk menurunkan  energi tubuh
Ø  Ukuran ikan yang memiliki  ukuran yang lebih kecil maka kecepatan metabolismenya  lebih tinggi  dari pada ikan yang memiliki ukuran tubuh yang besar
Ø  Aktifitas fisiologi ikan perbedaannya dari laju pertumbuhan, dalam komposisi pertumbuhan , dalam tingkah laku dan dalam aktifitas efisiensi energi  serta pada lamanya mencerna makanan hingga mencapai laju pengosongan lambung yang sesuai.
Ø  Suhu lingkungan
Setelah mengetahui fungsi pakan pada ikan maka pakan yang dikonsumsi oleh ikan kadalam tubuh, juga diperlukan dalam proses digesti, dan fungsi laju digesti pada ikan yaitu untuk membantu laju metabolisme ikan agar dalam prosesnya makanan yang masuk kedalam tubuh ikan akan seimbang dan supaya dapat digunakan oleh tubuh dalam pertumbuhan.








DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Ridwan dan Tang, Usman Muhammad. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan baru. Universitas Riau Press.

Arispurnomo. 2010. Laju pengosongan lambung [terhubung berkala]http://arispurnomo.com/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kecepatan-pengosongan-lambung   (5 Mei 2011).

Fujaya. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional, Makassar.

Rachmansyah .2008. Aktivitas enzim protease dalam lambung dan usus ikan kerapu macan setelah pemberian pakan. Media akuakultur vol.3 no.1, th 2008.

Tahapari dan Suhenda, 2009. Penentuan frekuensi pemberian pakan untuk mendukung pertumbuhan benih ikan patin pasupati. Berita biologi 9(6)-desember 2009.

Tetzlaff, Jared and william. 2010. Consumption and Growth Patterns of Flathead Catfish Derived From a Bioenergetics Model. School of Forest Resources and Conservation, University of Florida, Box 110600, Gainesville, FL 32653, USA.The Open Fish Science Journal, 2010, 3, 101-109.

Saanin. 1984. Taksonomi dan Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta, Bandung.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar