Kamis, 07 Maret 2013

Manajemen Kualitas Fisik Air Dengan Bahan Fisik (Water Physyc Quality Management by Physych Material)


ipb logo.pngLaporan Praktikum Mk. Manajemen Kualitas Air
Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
2012
 

Manajemen Kualitas Fisik Air Dengan Bahan Fisik
(Water Physyc Quality Management by Physych Material)

Dian Eka Ramadhani (C14100003), Ovie Indria S (C14100004), Ria Septy A (C14100025), Adriyani Br. Ginting (C14100046), Intan Kurnia S (C14100056), Netty Dwi Chandrawati (C14100063), Moch. Alfiansyah (C14100068), Riyan Maulana (C14100078), Endang Saefudin (C14100089), Bagus Mukmin (C14100098)
Asisten: Sofyan Agustian



Abstrak
Masalah yang sering dihadapi pada budidaya adalah menurunnya kualitas air akibat dari feses, buangan metabolisme dan sisa pakan ikan. Ketiga hal ini dapat menurunkan kadar kualitas air dengan cepat karena menyebabkan menurunnya pH, meningkatnya amoniak dan kekeruhan pada air. Hal ini dapat mengganggu sistem osmoregulasi ikan, dan mengganggu daya lihat ikan terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, manajemen kualitas air sangat penting. Salah satu teknik manajemen kualitas air lingkungan budidaya adalah dengan menggunakan filter kimia. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari manajemen kualitas air dengan bahan kimia serta menguji jenis substrat yang paling baik sebagai filter fisik. Manajemen kualitas fisik air dengan bahan kimia yang dicobakan dalam 4 sistem filtrasi menggunakan undergravle meliputi:  akuarium dengan substrat (pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika) dan akuarium kontrol di dalam ruangan. Masing-masing akuarium di isi dengan sepuluh ekor ikan koi.  Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan frekuensi tiga kali sehari secara ad satiation (sekenyangnya). Parameter yang diukur adalah suhu, DO, TAN, nitrat dan nitrit. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air terbaik terdapat pada akuarium dengan menggunakan substrat pasir malang.
Kata kunci: Fiter fisik, Ikan Mas Koi, Paving Block. Substrat, Kontrol.


PENDAHULUAN
Lingkungan merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam kegiatan budi daya ikan. Oleh karenanya, kegiatan memanipulasi lingkungan budi daya perlu dilakukan untuk mendapatkan output yang maksimal dari kegiatan budi daya.  Salah satu cara memanipulasi lingkungan adalah mengurangi limbah N dari budi daya menggunakan berbagai macam substrat pada wadah budi daya. Cara kerja substrat dalam mengurangi limbah N perairan adalah dengan menyerap limbah N ke dalam pori – porinya atau bisa juga substrat tersebut mengeluarkan zat yang dapat mereduksi limbah N.
Beberapa jenis substrat yang dapat digunakan untuk menanggulangai limbah N adalah batu zeolit, pasir silika, pasir malang dan batu split. Substrat – substrat tersebut memiliki pori – pori yang dapat menangkap N ke dalamnya sehingga kandungan N dalam air menurun. Kinerja dari berbagai jenis substrat pun berbeda – beda, tergantung kerapatan dan besarnya lubang pori – pori. Secara umum, substrat terbaik yang dapat digunakan adalah batu zeolit, tetapi pada kenyataannya di lapang tidak selalu demikian. Oleh karenanya, pengujian berbagai jenis substrat perlu di ketahui kinerjanya, sehingga didapatkan substrat dengan hasil kinerja yang terbaik.
Selain limbah N, substrat juga dapat mempengaruhi nilai kekeruhan perairan. Kekeruhan yang tinggi dapat dengan cepat diturunkan nilainya dengan penggunaan substrat. Kinerja berbagai jenis substrat terhadap penurunan nilai kekeruhan pun perlu dilakukan pengujian, karena kenyataan di lapang akan berbeda dengan teorinya yang menyatakan substrat terbaik adalah zeolit.
Dalam konstruksi substrat pada wadah budi daya, khususnya aquarium, ada 2 jenis konstruksi substrat yaitu double bottom dan undergravel. Perbedaan konstruksi substrat tersebut terletak pada air yang diputar dan kinerja pengendapannya. Double bottom hanya mengandalkan gravitasi untuk mengendapkan kotoran dan air tidak disaring sedangkan undergravel  selain mengendalkan gravitasi untuk mengendapkan kotoran, tapi juga meresirkulasi air yang sudah disaring ke atas, sehingga air di kolom perairan selalu terganti dengan air yang lebih bersih.

METODELOGI
Praktikum mengenai Manajemen Kualitas Fisisk Air dengan Bahan Kimia dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Praktikum ini dilakukan selama 10 hari yaitu mulai dari tanggal 8 – 17 Oktober 2012. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium berukuran 49x30x31 m3, pipa panjang, pipa l, kain strimin, fiber glass, solder, selang aerasi, dan aerator. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah substrat fisik (pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika), ikan mas koi (Cyprinus carpio), air, dan pakan.
Manajemen kualitas fisik air dengan bahan kimia yang dicobakan dalam 4 sistem filtrasi menggunakan undergravle meliputi:  akuarium dengan substrat (pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika) dan akuarium kontrol di dalam ruangan. Persiapan wadah dilakukan sebagai langkah awal dengan cara akuarium, alat-alat, dan substrat yang akan digunakan dicuci hingga bersih, kemudian pipa dipotong sepanjang 5 cm digunakan sebagai tiang penyangga fiber glass didasar akuarium dan sebagai saluran pembawa air bersih digunakan pipa setinggi ¾ bagian akuarium dengan ujungnya disambungkan dengan pipa L. Pada kelapa pipa L dilubangi sebagai tempat masuknya selang aerasi dengan ujung selang mencapai dasar akuaium, sedangkan ujung yang lain di sambungkan dengan aerator. Fiber glass dipotong sesuai ukuran dasar akuarium dan dibolongi dengan solder. Kemudian pipa ukuran 5cm disusun didasar akuarium dan diatasnya diletakkan fiber glass. Pipa penyalur air bersih ditancapkan disalah satu sisi fiber glass. Substrat diletakkan diatas dengan ketinggi 5cm dan diatasnya dilapisi oleh kain strimin. Akuarium diisi air hingga ketinggian 13 cm dari atas substrat dan aerator dinyalakan.
Perlakuan ini juga dilakukan pada setiap substrat dan akuarium kontrol. Akuarium dibiarkan selama 24 jam hingga kotoran mengendap disubstrat akurium, setelah itu dimasukkan ikan mas koi sebanyak 10 ekor. Pemeliharan ikan dilakukan selama 9 hari. Selama masa pemeliharaan, kualitas air diukur sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 8, 10, 12, dan 15 Oktober 2012. Kualitas air yang diukur meliputi nilai DO, pH, TAN, nitrit, dan nitrat. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan frekuensi tiga kali sehari secara ad satiation (sekenyangnya).













HASIL
Berikut adalah tabel hasil pengukuran bahan kimia suhu, pH dan TAN dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Bahan Kimia Suhu, pH dan TAN
Berdasarkan data pada tabel 1 pada perlakuan kontrol suhu tertinggi terdapat pada pengukuran ke 3 yaitu 28oC, pada pH umumnya mengalami kenaikan dengan pH tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 3, sedangkan TAN pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4 memiliki nilai tertinggi yaitu 4,657. Perlakuan zeolit memiliki nilai suhu tertinggi pada pengukuran ke 2 yaitu 27,5oC, pada pH umumnya mengalami kenaikan dengan pH tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 2 yaitu 7,74, sedangkan TAN pada perlakuan zeolit pada pengukuran ke 3 memiliki nilai tertinggi yaitu 0,929. Perlakuan pasir malang memiliki nilai suhu tertinggi pada pengukuran ke 1 yaitu 27,3oC, pada pH umumnya mengalami kenaikan dengan pH tertinggi terdapat pada pengukuran ke 2 yaitu 7,8, sedangkan TAN pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3 memiliki nilai tertinggi yaitu 0,944. Perlakuan menggunakan batu split memiliki nilai suhu tertinggi pada pengukuran ke 4 yaitu 27,6oC, pada pH umumnya mengalami kenaikan dengan pH tertinggi terdapat pada pengukuran ke 4 yaitu 7,94, sedangkan TAN pada perlakuan batu split pada pengukuran ke 3 memiliki nilai tertinggi yaitu 0,759.
Berikut adalah tabel hasil pengukuran bahan kimia Nitrat, Nitrit dan DO dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Bahan Kimia Nitrat, Nitrit dan DO
Berdasarkan data pada tabel 2 pada perlakuan kontrol nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4 memiliki nilai tertinggi yaitu 7,6. Perlakuan zeolit nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan zeolit pada pengukuran ke 4 memiliki nilai tertinggi yaitu 7,3. Perlakuan pasir malang memiliki nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3 memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5. Perlakuan menggunakan batu split memiliki nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan batu split pada pengukuran ke 4 memiliki nilai tertinggi yaitu 7,1
Berikut adalah gambar grafik pengukuran bahan kimia pH dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Gambar 1. Grafik pengukuran pH
Berdasarkan gambar 1 grafik pengukuran pH umumnya mengalami kenaikan pada setiap perlakuan, dengan nilai pH terendah yaitu 6 dan pH tertinggi 8. Pada setiap perlakuan baik kontrol, zeolit, pasir malang maupun batu split memiliki nilai pH yang hampir sama. perlakuan dengan nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 5,95-7,92, sedangkan pH terendah terdapat pada perlakuan pasir malang.
Berikut adalah gambar grafik pengukuran bahan kimia DO dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Gambar 2. Grafik pengukuran DO
Berdasarkan gambar 2 grafik pengukuran DO umumnya mengalami kenaikan pada setiap perlakuan, nilai DO pada perlakuan kontrol mengalami kenaikan mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-7,6. nilai DO pada perlakuan kontrol mengalami kenaikan mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-7,6.nilai DO pada perlakuan pasir malang mengalami kenaikan juga mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-6,4. nilai DO pada perlakuan batu split mengalami kenaikan mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-7,1.
Berikut adalah gambar grafik pengukuran bahan kimia suhu dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Gambar 3. Grafik pengukuran suhu
Berdasarkan gambar 3 grafik suhu pada setiap perlakuan mengalami fluktuasi, meskipun begitu perbedaannya tidak terlalu signifikan nilai suhu setiap perlakuan pada setiap pengukuran hanya memiliki rentan 26,9oC -28oC. Nilai suhu tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 3, sedangkan jilai suhu terendah terdapat pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3.
Berikut adalah gambar grafik pengukuran bahan kimia nitrat dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Gambar 4. Grafik pengukuran nitrat
Berdasarkan grafik pengukuran nitrat pada gambar 4 pada perlakuan kontrol dan  pasir malang mengalami fluktuasi, penurunan nitrat terjadi dari pengukuran pertama sampai pengukuran ke 3, kemudian mengalami kenaikan pada pengukuran ke 4. Pada pelakuan zeolit dan batu split umumnya nilai nitrit mengalami penurunan mulai dari pengukuran pertama hingga pengukuran terakhir. Nilai nitrit tertinggi terdapat pda pengukuran pasir malang di hari terakhir, sedangkan nilai nitrit terendah terdapatr pada perlakuan zeolit pada pengukuran di har terakhir.
Berikut adalah gambar grafik pengukuran bahan kimia nitrat dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan kontrol.
Gambar 5. Grafik pengukuran TAN
Berdasarkan grafik pengukuran pada gambar 5 nilai TAN pada perlakuan zeolit, pasir malang dan batu split umumnya mengalami fluktuasi, kecuali pada perlakuan kontrol nilai TAN umumya mengalami kenaikan, kenaikan terbesar terdapat pada pengukuran di hari ke 4. Nilai Tan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4, sedangkan nilai TAN terendah terdapat pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 4.

PEMBAHASAN
Sistem resirkulasi merupakan suatu wadah pemeliharaan biota akuatik  menggunakan sistem perputaran air, yaitu air dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment) lalu dialirkan ke  wadah pemeliharaan (Spotte, 1970). Komponen sistem resirkulasi adalah filter mekanik, filter biologi, filter kimia  Salah satu bentuk sistem resirkulasi sederhana ialah double bottom filter. Filter fisik berguna untuk menyaring kotoran ataupun partikel yang terdapat dalam media budidaya. Filter biologi berfungsi untuk menguraikan amoniak dan nitrogen dengan bantuan nitro bakteri (Nitrosomonas dan Nitrobacter sp ), proses ini memerlukan waktu sekitar 10-15 hari setelah sistem diisi air dan mulai beroperasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak menjadi nitrit dan  Nitrobacter sp mengubah nitrit menjadi nitrat yang tidak berbahaya (Lawson,1995). Filter kimiawi dilakukan oleh zeolit dengan metode pertukaran ion yang terjadi pada permukaan zeolit, yaitu ion bebas yang terdapat dalam air diikat oleh zeolit. Pada sistem double bottom filter, filter fisik, biologi dan kimia dilakukan oleh zeolit dengan bantuan tekanan udara  yang masuk dari aerasi (Spotte, 1970).

Gambar 1. Sistem Double Bottom pada Akuarium
Mekanisme kerja double bottom adalah resirkulasi dan filtrasi air media di dalam akuarium. Udara hembusan aerasi akan menyebabkan air di dasar akuarium terangkat ke atas sehingga air tersebut akan keluar dari bagian atas paralon penyalur air. Air yang keluar dari paralon penyalur akan masuk kembali ke dalam akuarium, sedangkan udara akan terlepas ke atmosfir. Dengan terangkatnya air dasar, air yang berada di dalam akuarium bagian atas akan mengisi kekosongan ruang di bagian bawah akuarium. Ketika air mengalir ke bagian bawah akuarium, air akan tersaring oleh komponen penyaring double bottom yaitu batu zeolite dan kerikil. Mekanisme filtrasi dan resirkulasi yang diterapkan pada sistem double bottom menguntungkan dari segi efisiensi penggunaan air. Penggunaan air pada akuarium yang dilengkapi sistem double bottom akan lebih efisien karena air dapat dipertahankan dalam kondisi yang cukup optimal selama komponen penyaring yang digunakan masih dapat bekerja secara optimal (Lawson, 1995).
Keuntungan sistem resirkulasi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dibuat di daerah-daerah pemukiman penduduk, efektif dalam pemanfaatan air dan lebih ramah lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat terkontrol dengan baik. Kelemahan dari sistem ini adalah tingginya biaya untuk membangun sistem ini dibandingkan tanpa menggunakan sistem ini karena memerlukan kondisi yang teratur agar berjalan dengan baik.
Zeolit sebagai padatan anorganik yang berwarna kebiru-biruan memiliki sifat-sifat yang sangat unik, diantaranya adalah sangat berpori, mempunyai kemampuan menukar ion, keasaman, dan mudah dimodifikasi. Berdasarkan ukuran pori zeolit terbagi tiga kelompok besar, yaitu sistem pori cincin 8 oksigen, sistem pori 10 oksigen, dan sistem pori cincin 12 oksigen. Saluran pori pada zeolit berisi molekul air terbentuk akibat proses hidrasi udara disekeliling kation penukar. Melalui pemanasan air akan terurai dan saluran-saluran pori akan mengadsorpsi pada permukaan dalam dari ruang (Anonim1 2012)
Zeolit bersifat sebagai padatan asam Bronsted melalui pengaturan perbandingan Si/Al dalam kerangka kristal. Tetapi cara ini hanya diterapkan pada zeolit yang kaya silika, karena tahan oleh asam. Sifat-sifat tersebut menjadikan zeolit banyak digunakan dalam proses-proses dasar seperti dalam proses adsorpsi, pertukaran kation, katalis yang selektif dengan memanfaatkan pusat asam dan sebagai ayakan molekul (Anonim1 2012). Penggunan batu zeolit dalam sistem filtrasi air dapat membantu dalam menahan hasil oksidasi besi dan mangan. Zeolit mempunyai kemampuan mengurangi kandungan mangan di dalam air melalui kemampuan adsorbsinya dan didukung dengan kemampuan penukar ion (Febriana 2009).
Percobaan yang dilakuakan dengan menggunakan batu zeolit ternyata dapat mengurangi dampak buruk dari lingkungan. Pemeliharaan ikan di dalam akuarium dengan padat tebar 10 ekor/akuarium dapat mengakibatkan pengaruh buruk untuk akuarium. Feses dan sisa pakan (NH3) yang mengendap di dasar akuarium maupun yang melayang menjadi partikel kecil dapat berdampak negative bagi kehidupan ikan di akuarium. Batu zeolit yang digunakan ternyata dapat meningkatkan kadar oksigen dengan cara menyerap partikel yang melayang dan menyerap kation maupun anion lainnya. Sehingga lingkungan air di akuarium menjadi bersih. Namun ternyata pengukuran nitrit meningkat. Kemungkinan ada faktor intensitas cahaya, dan kemampuan menyerap oleh batu zeolite kurang bagus. Jika diakitkan dengan tinjauan pustaka, peningkatan nitrit pada perairan dapat berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob di dalam air. Bakteri yang berasal dari air maupun tubuh ikan itu sendiri ternyata mempengaruhi rendah maupun tingginya kadar nitrit pada lingkungan akuarium.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan pemeliharaan ikan atau budidaya ikan baik dalam akuarium maupun dalam kolam. Suhu yang optimum akan berpengaruh pada kemampuan metabolisme ikan sehingga ikan akan cepat tumbuh dan terhindar dari penyakit. Sebaliknya suhu yang rendah di bawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan dan rentan terhadap penyakit. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan ikan menjadi stress dan merusak insang secara permanen.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu air pada akuarium tidak berubah secara drastis berkisar antara 27-280C. Suhu pengukuran tersebut didapat dari empat kali pengukuran. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal untuk wadah budidaya. Suhu pada akuarium tidak terpengaruh oleh batu filter yang digunakan maupun sistem penyaringan seperti sistem undergravel. Suhu pada akuarium sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan, penambahan air baru pada akuarium serta tinggi air dan luas akuarium. Akuarium yang berukuran kecil akan mudah mengalami perubahan suhu dibanding akuarium yang lebar dan airnya tinggi(Anonim2 2010).
Mengenai kandungan pH nya, pasir zeolit perbedaan yang fluktuatif yang sangat nyata. Terlihat dari hari ke nol hingga hari ke empat. Perbedaan kandungan p H  yang terjadi diakibatkan pada hari pertama pencucian pasir zeolit yang kurang bersih. Hal ini sanat mempengaruhi kandungan p H di dalamnya. Kekeruhan di dalamnya mengakibatkan kandungan p H sangat tingi, dibandingkan dengan hari hari berikutnya, dimana pH mulai turun, seiring lamanya waktu. Sedangkan pada perlakuan pasir zeollit yang digunakan memiliki hasil bahwa suhu  pada hari ke nol hingga hari ke empat mengalami reaksi fluktuatif yang tidak berbeda nyata.
   Berdasarkan pengkuran didapatkan nilat TAN pada perlakuan double bottom dengan substrat zeolite yaitu 0.1588, 0.3091, 0.9290, 0.1710 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai TAN cenderung naik dan pada pengukuran terakhir mengalami penurunan. Hal ini diduga karena dipengaruhi suhu dan pH pada akuarium. Menurut Anonim3 (2009), TAN dipengaruhi oleh suhu dan pH, apabila suhu dan pH meningkat, makan kandungan TAN dalam perairan juga akan meningkat. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat dilakukan dengan menlakukan pergantian air pada wadah, dengan mengganti air pada wadah akan menurunkan kadar ammonia dalam perairan. Selain pergantian air cara lain untuk menurunkan nilai TAN yaitu dengan sistem double bottom. Hal ini dikeranakan pada double bottom terjadi dua proses filtrasi yaitu filtrasi mekanik dan filtrasi biologi. Filtrasi mekanik yaitu adanya filtrasi melalui pori-pori yang efektif pada lapisan gravel. Sedangkan filtrasi biologi yaitu adanya kontak antaraair dengan bakteri pengurai amoniak dan nitrit yang hidup pada permukaan gravel. Filtrasi biologi merupakan pemegang peranan utama dalam sistem kerja under gravel (Anonim4 2011). Menurut Anonim3 (2009), TAN dipengaruhi oleh suhu dan pH, apabila suhu dan pH meningkat, maka kandungan TAN dalam perairan juga akan meningkat.
Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan yang digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun (Odum, 1997). DO (Disolved Oxygen) merupakan kandungan oksigen didalam suatu perairan. Kandungan DO yang semakin meningkat dari hari nol hingga hari ke empat pengukuran ini menjadi salah satu pembuktian nyata kinerja pasir zeolit dalam menurunkan kandungn zat gas toksik, sehingga ampuh menaikan kandungan oksigen. Dimana oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme di dalamnya. Kandungan oksigen yang naik secara fluktuatif sangat terlihat jelals. Dari hari ke nol dimana kandungan oksigen adalah nol, menjadi 7,3 pada hari ke empat ahir pengukuran.
Hollerman dan Boyd (1981) menyatakan bahwa nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob di dalam air. Mengenai kandungan nitrit dan nitrat pada penggunan pasir zeolit yang digunakan mengalami penurunan kadar dari hari  nol hingga hari ke empat pengukuran. Penurunan kandungan nitrat berbanding lurus dengan penurunan nitrit. Penurunan kandungan kedua zat ini berbanding lurus dengan seiring penurunan kadar TAN. Hal ini dapat dikatakan bahwa penggunaan substrat filter pasir zeolit yang  dianggap ampuh dlam menurunnkan kandungan toksik dalam perairan. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0.001mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mg/liter (Canadian Council of Resource and Environment Ministers,1987).
Nitrit merupakan suatu bentuk peralihan dari amonia ke nitrat (nitrifikasi) dan dari nitrat ke gas nitrogen (denitrifikasi). Kadar nitrit di perairan relative kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat.  Nitrit ini berupa suatu zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, namun nitrit juga merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air (Novonny dan Olem 1994). Di perairan alami, nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit , lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Hollerman dan Boyd (1981) menyatakan bahwa nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob di dalam air.
Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0.001mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mg/liter (Canadian Council of Resource and Environment Ministers,1987). Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/liter dapat bersifat toksik bagi organisme  perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Bagi manusia dan hewan, nitrit bersifat lebih toksik daripada nitrat. Pada manusia, konsumsi nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah yang selanjutnya membentuk met-hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Effendi, 2003). Pengurangan akibat toksik dari kadar nitrit dapat menggunakan sebuah filter berupa batu zeolit. Penggunaan batu tersebut biasa digunakan di akuarium sebagai filter (Harjono,2012).

KESIMPULAN
Filter fisik berguna untuk menyaring kotoran ataupun partikel yang terdapat dalam media budidaya. Zeolit yang digunakan dapat mengurangi dampak buruk dari lingkungan. Berdasarkan hasil yang didapat, pasir zeolit memiliki pH optimum 5.95-7.64, memiliki suhu suhu optimum yaitu 27.2-27.4oC, memiliki kadar DO berkisar  5.2-7.3 mg/l, Kadar TAN optimal (<0.2 mg/l) , kadar nitrat 0.06-1.2 mg/l, kadar nitrit 0-2.1 mg/l

UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakak asisten yang membimbing kami selama kami melakukan praktikum maupun membantu dalam menyelesaikan laporan kami. Kami juga berterima kasih kepada dosen yang telah membantu kami dalam menyampaikan materi terkait matakuliah Manajemen Kualitas Air.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1,2012. http://chemistits.wordpress. com/2009/04/18/zeolit/(24 Oktober 2012)
Anonim. 2010. Temperatur air. http://www.forum.o-fish.com [29 Oktober 2012].

Anonim3. 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. http://www.sith.itb.ac.id /d4_akuakultur_kultur_jaringan/bahan-kuliah/1_Teknologi_Pengelolaan_Kualitas_Air_KUALITAS_AIR_DAN_PENGUKURANNYA.pdf. [24 Oktober 2012]
Anonim4.2011.Pasirmalang–pasirvulkanik. http://www.koran-o.com[24 Oktober 2012]
Boyd, C.E. and Hollerman, W.D., 1981. Determination of nitrate in waters from fish ponds. Auburn University Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama, Leaflet 99, 4 pp.
Canadian Council of Resource and Environment Ministers. 1987. Canadian Water Qulity. Canadian of Resource and Environment Ministers, Ontario, Canada.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya  Dan Lingkungan. Yogyakarta. Kanisius.
Febriana.2009.Filter penyaring penjernih air. www.scribd.com                                 (24 Oktober 2012)
Lawson TB. 1995 Fundamentals of Aquaculture Engineering. New York: Chapman and Hall.
Moore, J.W. 1991.Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag, New York. 334 p.
Odum, E. p., 1997. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada Uniiversitas Press. Jogjakarta.
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company, Tokyo. 532 p.
Spotte SH. 1970 Fish and Invertebrate. Water Management in Close System. Willey.New York:  Willey Interscience



Tidak ada komentar:

Posting Komentar