Laporan Praktikum Mk. Manajemen
Kualitas Air
Departemen
Budidaya Perairan
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut
Pertanian Bogor
2012
Manajemen Kualitas Fisik Air Dengan Bahan Fisik
(Water
Physyc Quality Management by Physych Material)
Dian Eka Ramadhani (C14100003), Ovie Indria S
(C14100004), Ria Septy A (C14100025), Adriyani Br. Ginting (C14100046), Intan
Kurnia S (C14100056), Netty Dwi Chandrawati (C14100063), Moch. Alfiansyah
(C14100068), Riyan Maulana (C14100078), Endang Saefudin (C14100089), Bagus
Mukmin (C14100098)
Asisten: Sofyan
Agustian
Abstrak
Masalah
yang sering dihadapi pada budidaya adalah menurunnya kualitas air akibat dari
feses, buangan metabolisme dan sisa pakan ikan. Ketiga hal ini dapat menurunkan
kadar kualitas air dengan cepat karena menyebabkan menurunnya pH, meningkatnya
amoniak dan kekeruhan pada air. Hal ini dapat mengganggu sistem osmoregulasi
ikan, dan mengganggu daya lihat ikan terhadap kondisi lingkungannya. Oleh
karena itu, manajemen kualitas air sangat penting. Salah satu teknik manajemen
kualitas air lingkungan budidaya adalah dengan menggunakan filter kimia. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mempelajari manajemen kualitas air dengan bahan
kimia serta menguji jenis substrat yang paling baik sebagai filter fisik.
Manajemen kualitas fisik air dengan bahan kimia yang dicobakan dalam 4 sistem
filtrasi menggunakan undergravle
meliputi: akuarium dengan substrat
(pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika) dan akuarium kontrol di dalam
ruangan. Masing-masing akuarium di isi dengan sepuluh ekor ikan koi. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan
frekuensi tiga kali sehari secara ad
satiation (sekenyangnya). Parameter yang diukur adalah suhu, DO, TAN, nitrat dan nitrit. Berdasarkan
hasil pengukuran kualitas air terbaik terdapat pada akuarium dengan menggunakan
substrat pasir malang.
Kata kunci: Fiter fisik,
Ikan Mas Koi, Paving Block. Substrat, Kontrol.
PENDAHULUAN
Lingkungan
merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam kegiatan budi daya
ikan. Oleh karenanya, kegiatan memanipulasi lingkungan budi daya perlu
dilakukan untuk mendapatkan output yang maksimal dari kegiatan budi daya. Salah satu cara memanipulasi lingkungan
adalah mengurangi limbah N dari budi daya menggunakan berbagai macam substrat
pada wadah budi daya. Cara kerja substrat dalam mengurangi limbah N perairan
adalah dengan menyerap limbah N ke dalam pori – porinya atau bisa juga substrat
tersebut mengeluarkan zat yang dapat mereduksi limbah N.
Beberapa
jenis substrat yang dapat digunakan untuk menanggulangai limbah N adalah batu
zeolit, pasir silika, pasir malang dan batu split. Substrat – substrat tersebut
memiliki pori – pori yang dapat menangkap N ke dalamnya sehingga kandungan N
dalam air menurun. Kinerja dari berbagai jenis substrat pun berbeda – beda,
tergantung kerapatan dan besarnya lubang pori – pori. Secara umum, substrat
terbaik yang dapat digunakan adalah batu zeolit, tetapi pada kenyataannya di
lapang tidak selalu demikian. Oleh karenanya, pengujian berbagai jenis substrat
perlu di ketahui kinerjanya, sehingga didapatkan substrat dengan hasil kinerja
yang terbaik.
Selain
limbah N, substrat juga dapat mempengaruhi nilai kekeruhan perairan. Kekeruhan
yang tinggi dapat dengan cepat diturunkan nilainya dengan penggunaan substrat.
Kinerja berbagai jenis substrat terhadap penurunan nilai kekeruhan pun perlu
dilakukan pengujian, karena kenyataan di lapang akan berbeda dengan teorinya
yang menyatakan substrat terbaik adalah zeolit.
Dalam
konstruksi substrat pada wadah budi daya, khususnya aquarium, ada 2 jenis
konstruksi substrat yaitu double bottom
dan undergravel. Perbedaan konstruksi
substrat tersebut terletak pada air yang diputar dan kinerja pengendapannya. Double bottom hanya mengandalkan
gravitasi untuk mengendapkan kotoran dan air tidak disaring sedangkan undergravel selain mengendalkan gravitasi untuk mengendapkan
kotoran, tapi juga meresirkulasi air yang sudah disaring ke atas, sehingga air
di kolom perairan selalu terganti dengan air yang lebih bersih.
METODELOGI
Praktikum
mengenai Manajemen Kualitas Fisisk Air dengan Bahan Kimia dilakukan di
Laboratorium Lingkungan, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Praktikum ini dilakukan selama 10 hari yaitu mulai dari tanggal 8 – 17
Oktober 2012. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium berukuran
49x30x31 m3, pipa panjang, pipa l, kain strimin, fiber glass,
solder, selang aerasi, dan aerator. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum
ini adalah substrat fisik (pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika), ikan
mas koi (Cyprinus carpio), air, dan pakan.
Manajemen
kualitas fisik air dengan bahan kimia yang dicobakan dalam 4 sistem filtrasi
menggunakan undergravle
meliputi: akuarium dengan substrat
(pasir malang, batu zeolite, dan pasir silika) dan akuarium kontrol di dalam
ruangan. Persiapan wadah dilakukan sebagai langkah awal dengan cara akuarium,
alat-alat, dan substrat yang akan digunakan dicuci hingga bersih, kemudian pipa
dipotong sepanjang 5 cm digunakan sebagai tiang penyangga fiber glass didasar akuarium dan sebagai saluran pembawa air bersih
digunakan pipa setinggi ¾ bagian akuarium dengan ujungnya disambungkan dengan
pipa L. Pada kelapa pipa L dilubangi sebagai tempat masuknya selang aerasi
dengan ujung selang mencapai dasar akuaium, sedangkan ujung yang lain di
sambungkan dengan aerator. Fiber glass
dipotong sesuai ukuran dasar akuarium dan dibolongi dengan solder. Kemudian
pipa ukuran 5cm disusun didasar akuarium dan diatasnya diletakkan fiber glass. Pipa penyalur air bersih
ditancapkan disalah satu sisi fiber glass.
Substrat diletakkan diatas dengan ketinggi 5cm dan diatasnya dilapisi oleh kain
strimin. Akuarium diisi air hingga ketinggian 13 cm dari atas substrat dan
aerator dinyalakan.
Perlakuan
ini juga dilakukan pada setiap substrat dan akuarium kontrol.
Akuarium dibiarkan selama 24 jam hingga kotoran mengendap disubstrat akurium,
setelah itu dimasukkan ikan mas koi sebanyak 10 ekor. Pemeliharan ikan
dilakukan selama 9 hari. Selama masa pemeliharaan, kualitas air diukur sebanyak
4 kali yaitu pada tanggal 8, 10, 12, dan 15 Oktober 2012. Kualitas air yang
diukur meliputi nilai DO, pH, TAN, nitrit, dan nitrat. Selama pemeliharaan ikan
diberi pakan dengan frekuensi tiga kali sehari secara ad satiation (sekenyangnya).
HASIL
Berikut adalah tabel hasil pengukuran
bahan kimia suhu, pH dan TAN dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split
dan kontrol.
Tabel
1. Hasil Pengukuran Bahan Kimia Suhu, pH dan TAN
Berdasarkan data pada tabel 1 pada
perlakuan kontrol suhu tertinggi terdapat pada pengukuran ke 3 yaitu 28oC,
pada pH umumnya mengalami kenaikan dengan pH tertinggi juga terdapat pada
pengukuran ke 3, sedangkan TAN pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4
memiliki nilai tertinggi yaitu 4,657. Perlakuan zeolit memiliki nilai suhu
tertinggi pada pengukuran ke 2 yaitu 27,5oC, pada pH umumnya
mengalami kenaikan dengan pH tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 2 yaitu
7,74, sedangkan TAN pada perlakuan zeolit pada pengukuran ke 3 memiliki nilai
tertinggi yaitu 0,929. Perlakuan pasir malang memiliki nilai suhu tertinggi
pada pengukuran ke 1 yaitu 27,3oC, pada pH umumnya mengalami
kenaikan dengan pH tertinggi terdapat pada pengukuran ke 2 yaitu 7,8, sedangkan
TAN pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3 memiliki nilai tertinggi
yaitu 0,944. Perlakuan menggunakan batu split memiliki nilai suhu tertinggi
pada pengukuran ke 4 yaitu 27,6oC, pada pH umumnya mengalami
kenaikan dengan pH tertinggi terdapat pada pengukuran ke 4 yaitu 7,94,
sedangkan TAN pada perlakuan batu split pada pengukuran ke 3 memiliki nilai
tertinggi yaitu 0,759.
Berikut adalah tabel hasil pengukuran
bahan kimia Nitrat, Nitrit dan DO dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu
split dan kontrol.
Tabel
2. Hasil Pengukuran Bahan Kimia Nitrat, Nitrit dan DO
Berdasarkan data pada tabel 2 pada
perlakuan kontrol nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975,
pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran
ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4 memiliki
nilai tertinggi yaitu 7,6. Perlakuan zeolit nitrat tertinggi terdapat pada
pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi
juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan
zeolit pada pengukuran ke 4 memiliki nilai tertinggi yaitu 7,3. Perlakuan pasir
malang memiliki nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975,
pada nitrit mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran
ke 1 yaitu 2,154, sedangkan DO pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3
memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5. Perlakuan menggunakan batu split memiliki
nitrat tertinggi terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu 1,2975, pada nitrit
mengalami penurunan nitrit tertinggi juga terdapat pada pengukuran ke 1 yaitu
2,154, sedangkan DO pada perlakuan batu split pada pengukuran ke 4 memiliki
nilai tertinggi yaitu 7,1
Berikut adalah gambar grafik
pengukuran bahan kimia pH dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan
kontrol.
Gambar 1. Grafik pengukuran pH
Berdasarkan gambar 1 grafik pengukuran
pH umumnya mengalami kenaikan pada setiap perlakuan, dengan nilai pH terendah
yaitu 6 dan pH tertinggi 8. Pada setiap perlakuan baik kontrol, zeolit, pasir
malang maupun batu split memiliki nilai pH yang hampir sama. perlakuan dengan
nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 5,95-7,92, sedangkan
pH terendah terdapat pada perlakuan pasir malang.
Berikut adalah gambar grafik
pengukuran bahan kimia DO dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split dan
kontrol.
Gambar 2. Grafik pengukuran DO
Berdasarkan gambar 2 grafik pengukuran
DO umumnya mengalami kenaikan pada setiap perlakuan, nilai DO pada perlakuan
kontrol mengalami kenaikan mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran
terakhir yaitu 5,2-7,6. nilai DO pada perlakuan kontrol mengalami kenaikan
mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-7,6.nilai DO
pada perlakuan pasir malang mengalami kenaikan juga mulai dari pengukuran
pertama sampai pengukuran terakhir yaitu 5,2-6,4. nilai DO pada perlakuan batu
split mengalami kenaikan mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran
terakhir yaitu 5,2-7,1.
Berikut adalah gambar grafik
pengukuran bahan kimia suhu dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split
dan kontrol.
Gambar 3. Grafik pengukuran suhu
Berdasarkan gambar 3 grafik suhu pada
setiap perlakuan mengalami fluktuasi, meskipun begitu perbedaannya tidak
terlalu signifikan nilai suhu setiap perlakuan pada setiap pengukuran hanya
memiliki rentan 26,9oC -28oC. Nilai suhu tertinggi
terdapat pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 3, sedangkan jilai suhu
terendah terdapat pada perlakuan pasir malang pada pengukuran ke 3.
Berikut adalah gambar grafik
pengukuran bahan kimia nitrat dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split
dan kontrol.
Gambar 4. Grafik pengukuran nitrat
Berdasarkan grafik pengukuran nitrat
pada gambar 4 pada perlakuan kontrol dan
pasir malang mengalami fluktuasi, penurunan nitrat terjadi dari
pengukuran pertama sampai pengukuran ke 3, kemudian mengalami kenaikan pada
pengukuran ke 4. Pada pelakuan zeolit dan batu split umumnya nilai nitrit
mengalami penurunan mulai dari pengukuran pertama hingga pengukuran terakhir.
Nilai nitrit tertinggi terdapat pda pengukuran pasir malang di hari terakhir,
sedangkan nilai nitrit terendah terdapatr pada perlakuan zeolit pada pengukuran
di har terakhir.
Berikut adalah gambar grafik
pengukuran bahan kimia nitrat dengan perlakuan zeolit, pasir malang, batu split
dan kontrol.
Gambar 5. Grafik
pengukuran TAN
Berdasarkan grafik
pengukuran pada gambar 5 nilai TAN pada perlakuan zeolit, pasir malang dan batu
split umumnya mengalami fluktuasi, kecuali pada perlakuan kontrol nilai TAN
umumya mengalami kenaikan, kenaikan terbesar terdapat pada pengukuran di hari
ke 4. Nilai Tan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengukuran ke 4,
sedangkan nilai TAN terendah terdapat pada perlakuan pasir malang pada
pengukuran ke 4.
PEMBAHASAN
Sistem
resirkulasi merupakan suatu wadah pemeliharaan biota akuatik menggunakan sistem perputaran air, yaitu air
dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment) lalu dialirkan ke
wadah pemeliharaan (Spotte, 1970). Komponen sistem resirkulasi adalah
filter mekanik, filter biologi, filter kimia
Salah satu bentuk sistem resirkulasi sederhana ialah double bottom filter. Filter fisik
berguna untuk menyaring kotoran ataupun partikel yang terdapat dalam media
budidaya. Filter biologi berfungsi untuk menguraikan amoniak dan nitrogen
dengan bantuan nitro bakteri (Nitrosomonas
dan Nitrobacter sp ), proses ini
memerlukan waktu sekitar 10-15 hari setelah sistem diisi air dan mulai
beroperasi. Bakteri Nitrosomonas
mengubah amoniak menjadi nitrit dan Nitrobacter sp mengubah nitrit menjadi
nitrat yang tidak berbahaya (Lawson,1995). Filter kimiawi dilakukan oleh zeolit
dengan metode pertukaran ion yang terjadi pada permukaan zeolit, yaitu ion
bebas yang terdapat dalam air diikat oleh zeolit. Pada sistem double bottom filter, filter fisik,
biologi dan kimia dilakukan oleh zeolit dengan bantuan tekanan udara yang masuk dari aerasi (Spotte, 1970).
Gambar 1.
Sistem Double Bottom pada Akuarium
Mekanisme
kerja double bottom adalah
resirkulasi dan filtrasi air media di dalam akuarium. Udara hembusan aerasi
akan menyebabkan air di dasar akuarium terangkat ke atas sehingga air tersebut
akan keluar dari bagian atas paralon penyalur air. Air yang keluar dari paralon
penyalur akan masuk kembali ke dalam akuarium, sedangkan udara akan terlepas ke
atmosfir. Dengan terangkatnya air dasar, air yang berada di dalam akuarium
bagian atas akan mengisi kekosongan ruang di bagian bawah akuarium. Ketika air
mengalir ke bagian bawah akuarium, air akan tersaring oleh komponen penyaring
double bottom yaitu batu zeolite dan kerikil. Mekanisme filtrasi dan
resirkulasi yang diterapkan pada sistem double
bottom menguntungkan dari segi efisiensi penggunaan air. Penggunaan air
pada akuarium yang dilengkapi sistem double
bottom akan lebih efisien karena air dapat dipertahankan dalam kondisi yang
cukup optimal selama komponen penyaring yang digunakan masih dapat bekerja
secara optimal (Lawson, 1995).
Keuntungan
sistem resirkulasi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dibuat di
daerah-daerah pemukiman penduduk, efektif dalam pemanfaatan air dan lebih ramah
lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat terkontrol dengan baik.
Kelemahan dari sistem ini adalah tingginya biaya untuk membangun sistem ini
dibandingkan tanpa menggunakan sistem ini karena memerlukan kondisi yang
teratur agar berjalan dengan baik.
Zeolit
sebagai padatan anorganik yang berwarna kebiru-biruan memiliki sifat-sifat yang
sangat unik, diantaranya adalah sangat berpori, mempunyai kemampuan menukar
ion, keasaman, dan mudah dimodifikasi. Berdasarkan ukuran pori zeolit terbagi tiga
kelompok besar, yaitu sistem pori cincin 8 oksigen, sistem pori 10 oksigen, dan
sistem pori cincin 12 oksigen. Saluran
pori pada zeolit berisi molekul air terbentuk akibat proses hidrasi udara
disekeliling kation penukar. Melalui pemanasan air akan terurai dan
saluran-saluran pori akan mengadsorpsi pada permukaan dalam dari ruang (Anonim1
2012)
Zeolit bersifat sebagai padatan asam Bronsted
melalui pengaturan perbandingan Si/Al dalam kerangka kristal. Tetapi cara ini
hanya diterapkan pada zeolit yang kaya silika, karena tahan oleh asam.
Sifat-sifat tersebut menjadikan zeolit banyak digunakan dalam proses-proses dasar
seperti dalam proses adsorpsi, pertukaran kation, katalis yang selektif dengan
memanfaatkan pusat asam dan sebagai ayakan molekul (Anonim1 2012).
Penggunan batu zeolit dalam sistem filtrasi air dapat membantu dalam menahan
hasil oksidasi besi dan mangan. Zeolit mempunyai kemampuan mengurangi kandungan
mangan di dalam air melalui kemampuan adsorbsinya dan didukung dengan kemampuan
penukar ion (Febriana 2009).
Percobaan
yang dilakuakan dengan menggunakan batu zeolit ternyata dapat mengurangi dampak
buruk dari lingkungan. Pemeliharaan ikan di dalam akuarium dengan padat tebar
10 ekor/akuarium dapat mengakibatkan pengaruh buruk untuk akuarium. Feses dan
sisa pakan (NH3) yang mengendap di dasar akuarium maupun yang
melayang menjadi partikel kecil dapat berdampak negative bagi kehidupan ikan di
akuarium. Batu zeolit yang digunakan ternyata dapat meningkatkan kadar oksigen
dengan cara menyerap partikel yang melayang dan menyerap kation maupun anion
lainnya. Sehingga lingkungan air di akuarium menjadi bersih. Namun ternyata
pengukuran nitrit meningkat. Kemungkinan ada faktor intensitas cahaya, dan
kemampuan menyerap oleh batu zeolite kurang bagus. Jika diakitkan dengan
tinjauan pustaka, peningkatan nitrit pada perairan dapat berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob
di dalam air. Bakteri yang berasal dari air maupun tubuh ikan itu sendiri
ternyata mempengaruhi rendah maupun tingginya kadar nitrit pada lingkungan
akuarium.
Suhu
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan pemeliharaan
ikan atau budidaya ikan baik dalam akuarium maupun dalam kolam. Suhu yang
optimum akan berpengaruh pada kemampuan metabolisme ikan sehingga ikan akan
cepat tumbuh dan terhindar dari penyakit. Sebaliknya suhu yang rendah di bawah
normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan dan
rentan terhadap penyakit. Akan tetapi suhu yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan ikan menjadi stress dan merusak insang secara permanen.
Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa suhu air pada akuarium tidak berubah secara
drastis berkisar antara 27-280C. Suhu pengukuran tersebut didapat
dari empat kali pengukuran. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal untuk
wadah budidaya. Suhu pada akuarium tidak terpengaruh oleh batu filter yang
digunakan maupun sistem penyaringan seperti sistem undergravel. Suhu pada akuarium sangat dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan, penambahan air baru pada akuarium serta tinggi air dan luas
akuarium. Akuarium yang berukuran kecil akan mudah mengalami perubahan suhu
dibanding akuarium yang lebar dan airnya tinggi(Anonim2 2010).
Mengenai
kandungan pH nya, pasir zeolit perbedaan yang fluktuatif yang sangat nyata. Terlihat dari hari ke nol
hingga hari ke empat. Perbedaan kandungan p H
yang terjadi diakibatkan pada hari pertama pencucian pasir zeolit yang
kurang bersih. Hal ini sanat mempengaruhi kandungan p H di dalamnya. Kekeruhan
di dalamnya mengakibatkan kandungan p H sangat tingi, dibandingkan dengan hari
hari berikutnya, dimana pH mulai turun, seiring lamanya waktu. Sedangkan pada
perlakuan pasir zeollit yang digunakan memiliki hasil bahwa suhu pada hari ke nol hingga hari ke empat
mengalami reaksi fluktuatif yang tidak berbeda nyata.
Berdasarkan pengkuran didapatkan nilat TAN
pada perlakuan double bottom dengan
substrat zeolite yaitu 0.1588, 0.3091, 0.9290, 0.1710 ppm. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai TAN cenderung naik dan pada pengukuran terakhir
mengalami penurunan. Hal ini diduga karena dipengaruhi suhu dan pH pada
akuarium. Menurut Anonim3 (2009),
TAN dipengaruhi oleh suhu dan pH, apabila suhu dan pH meningkat, makan
kandungan TAN dalam perairan juga akan meningkat. Untuk mengatasi masalah
tersebut, dapat dilakukan dengan menlakukan pergantian air pada wadah, dengan
mengganti air pada wadah akan menurunkan kadar ammonia dalam perairan. Selain
pergantian air cara lain untuk menurunkan nilai TAN yaitu dengan sistem double bottom. Hal ini dikeranakan pada double bottom terjadi dua proses
filtrasi yaitu filtrasi mekanik dan filtrasi biologi. Filtrasi mekanik yaitu
adanya filtrasi melalui pori-pori yang efektif pada lapisan gravel. Sedangkan
filtrasi biologi yaitu adanya kontak antaraair dengan bakteri pengurai amoniak
dan nitrit yang hidup pada permukaan gravel. Filtrasi biologi merupakan
pemegang peranan utama dalam sistem kerja under gravel (Anonim4 2011). Menurut Anonim3 (2009), TAN dipengaruhi oleh suhu dan pH, apabila suhu dan pH meningkat, maka kandungan TAN
dalam perairan juga akan meningkat.
Oksigen
terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan
suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan yang digunakan untuk
pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun (Odum, 1997). DO (Disolved Oxygen) merupakan
kandungan oksigen didalam suatu perairan. Kandungan DO yang semakin meningkat
dari hari nol hingga hari ke empat pengukuran ini menjadi salah satu pembuktian
nyata kinerja pasir zeolit dalam menurunkan kandungn zat gas toksik, sehingga
ampuh menaikan kandungan oksigen. Dimana oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup organisme di dalamnya. Kandungan oksigen yang naik secara fluktuatif
sangat terlihat jelals. Dari hari ke nol dimana kandungan oksigen adalah nol,
menjadi 7,3 pada hari ke empat ahir pengukuran.
Hollerman
dan Boyd (1981) menyatakan bahwa nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh
bakteri dalam kondisi anaerob di dalam air. Mengenai kandungan nitrit dan
nitrat pada penggunan pasir zeolit yang digunakan mengalami penurunan kadar
dari hari nol hingga hari ke empat
pengukuran. Penurunan kandungan nitrat berbanding lurus dengan penurunan
nitrit. Penurunan kandungan kedua zat ini berbanding lurus dengan seiring
penurunan kadar TAN. Hal ini dapat dikatakan bahwa penggunaan substrat filter
pasir zeolit yang dianggap ampuh dlam
menurunnkan kandungan toksik dalam perairan. Perairan alami mengandung nitrit
sekitar 0.001mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mg/liter (Canadian Council of Resource and Environment
Ministers,1987).
Nitrit merupakan suatu bentuk peralihan dari amonia ke nitrat
(nitrifikasi) dan dari nitrat ke gas nitrogen (denitrifikasi). Kadar nitrit di perairan relative
kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat.
Nitrit ini berupa suatu zat nutrisi yang
dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, namun nitrit juga
merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air (Novonny dan Olem
1994). Di perairan alami, nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit , lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil
dengan keberadaan oksigen. Hollerman dan Boyd (1981) menyatakan bahwa nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri
dalam kondisi anaerob di dalam air.
Perairan
alami mengandung nitrit sekitar 0.001mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0.06
mg/liter (Canadian Council of Resource
and Environment Ministers,1987). Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi
1 mg/liter (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar nitrit yang lebih dari 0.05
mg/liter dapat bersifat toksik bagi organisme
perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Bagi manusia dan hewan,
nitrit bersifat lebih toksik daripada nitrat. Pada manusia, konsumsi nitrit
yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh
hemoglobin darah yang selanjutnya membentuk met-hemoglobin yang tidak mampu
mengikat oksigen (Effendi, 2003). Pengurangan akibat toksik dari kadar nitrit
dapat menggunakan sebuah filter berupa batu zeolit. Penggunaan batu tersebut
biasa digunakan di akuarium sebagai filter (Harjono,2012).
KESIMPULAN
Filter
fisik berguna untuk menyaring kotoran ataupun partikel yang terdapat dalam
media budidaya. Zeolit
yang digunakan
dapat mengurangi dampak buruk dari lingkungan. Berdasarkan
hasil yang didapat, pasir zeolit
memiliki pH optimum 5.95-7.64, memiliki
suhu suhu optimum yaitu 27.2-27.4oC,
memiliki kadar DO berkisar 5.2-7.3 mg/l, Kadar TAN
optimal (<0.2
mg/l) , kadar nitrat
0.06-1.2 mg/l, kadar
nitrit 0-2.1 mg/l
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakak
asisten yang membimbing kami selama kami melakukan praktikum maupun membantu
dalam menyelesaikan laporan kami. Kami juga berterima kasih kepada dosen yang
telah membantu kami dalam menyampaikan materi terkait matakuliah Manajemen
Kualitas Air.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1,2012. http://chemistits.wordpress.
com/2009/04/18/zeolit/(24 Oktober 2012)
Anonim. 2010. Temperatur air. http://www.forum.o-fish.com [29 Oktober 2012].
Anonim3. 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. http://www.sith.itb.ac.id /d4_akuakultur_kultur_jaringan/bahan-kuliah/1_Teknologi_Pengelolaan_Kualitas_Air_KUALITAS_AIR_DAN_PENGUKURANNYA.pdf. [24 Oktober 2012]
Anonim4.2011.Pasirmalang–pasirvulkanik.
http://www.koran-o.com[24 Oktober
2012]
Boyd, C.E. and Hollerman, W.D., 1981.
Determination of nitrate in waters from fish ponds. Auburn University
Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama, Leaflet 99, 4 pp.
Canadian
Council of Resource and Environment Ministers. 1987. Canadian Water Qulity. Canadian of Resource and Environment
Ministers, Ontario, Canada.
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan. Yogyakarta.
Kanisius.
Lawson
TB. 1995 Fundamentals of Aquaculture Engineering. New York: Chapman and Hall.
Moore, J.W. 1991.Inorganic Contaminants of Surface Water.
Springer-Verlag, New York. 334 p.
Odum, E. p., 1997. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada
Uniiversitas Press. Jogjakarta.
Sawyer,
C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry
for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company,
Tokyo. 532 p.
Spotte
SH. 1970 Fish and Invertebrate. Water Management in Close System. Willey.New
York: Willey Interscience
Tidak ada komentar:
Posting Komentar