Kamis, 04 Oktober 2012


Menanti riset potensi angin
Adanya peningkatan kebutuhan akan energi termasuk BBM, listrik dan lain lain. Sehingga perlu dipikirkan tentang usaha-usaha penghematan atas penggunaan energi minyak bumi, gas dan batubara yang merupakan sumber daya energi alam (fosil) yang terbatas/ akan habis dan tak dapat diperbaharui itu dengan sumber daya energi baru dan terbarukan yang pada umumnya sumber daya non fosil yang dapat diperbaharui atau bila dikelola dengan baik maka sumber dayanya tidak akan habis. Sumber energi yang termasuk baru adalah energi angin, energi surya dan energi samudra, sedang yang termasuk dalam energi terbarukan adalah biomassa, panas bumi, tenaga air dan energi nuklir.
Kapasitas sistem penyediaan energi listrik masih selalu lebih rendah dari daya yang dibutuhkan. Beda antara daya yang dibutuhkan dan kapasitas sistem penyedia daya selalu bertambah besar. Kondisi ini merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi yang ada.
Negara Indonesia sebagai negara agraris jika di rinci lebih lanjut juga “diuntungkan” dengan energi angin. Turbin angin bisa dibangun di atas lahan sawah atau ladang kebun karena tiangnya tidak banyak membutuhkan ruang, sehingga tidak mengganggu kegiatan pertanian/perkebunan. Ditambah lagi, pemilik instalasi turbin bisa menyewa lahan dari petani/pemilik lahan sehingga mendatangkan pemasukan bagi petani di pedesaan, di mana tenaga angin biasanya berada.
Akan tetapi, bukan berarti energi angin tidak memiliki kerugian. Investasi awal pembangunan turbin angin dinilai lebih besar daripada membangun generator bahan bakar fosil. Tantangan lainnya adalah, tiupan angin bersifat sporadis, dan tidak selalu ada ketika dibutuhkan. Energi angin juga tidak bisa disimpan, kecuali dilengkapi dengan aki. Lokasi energi angin biasanya terletak di pedesaan, padahal kebutuhan energi listrik lebih banyak di perkotaan sehingga ada kendala transportasi energi.
Dari sisi lingkungan, meski energi angin relatif bersih, banyak kasus baling-baling kincir angin membunuh populasi burung, dan mengeluarkan polusi suara yang mengganggu. Namun, seperti halnya masalah pada energi nuklir (dan tentu masalah dalam hidup pada umumnya), persoalan tersebut tidak seharusnya dihindari, bukan? Mari cari pemecahannya.
Sementara yang mendukung bersikap optimistis: masalah nuklir itu adalah masalah yang harus dipecahkan, bukan dihindari. Apalagi, kebutuhan energi kita kian membubung seiring pertumbuhan populasi. Negara-negara Eropa dan kemudian Asia seperti China, Korea, dan Jepang sudah lebih dulu bertindak dengan nuklir. Prancis bahkan begitu mengandalkan nuklir: sekitar 75% produksi energi listrik domestiknya berasal dari nuklir. Karenanya tidak heran jika kemudian pemerintah tetap bersikukuh pada rencana pembangunan PLTN.
Namun, saya belum akan membahas masalah nuklir di sini, melainkan salah satu potensi yang relatif lebih “aman” namun belum tergali: tenaga angin.
Dengan kontur lanskap yang kaya, Indonesia seharusnya juga memiliki peluang untuk menikmati potongan kue energi dari angin. Sayangnya, masih minim sekali riset potensi angin sebagai sumber energi terbarukan. Di Bukit Mundi, Desa Klumpu, Nusa Penida, penelitian terowongan angin malah dinilai gagal karena pada kenyataannya kincir yang sudah telanjur dibangun hampir tidak pernah berputar.
Penelitian terakhir yang dilakukan BMG adalah 16 tahun lalu, itu pun tanpa memerinci potensi kapasitasnya (hanya penelitian kecepatan angin). Padahal, dari hasil penelitian kecepatan angin, rata-rata wilayah yang disurvei memiliki kecepatan skala sedang (3-4 meter per detik) hingga besar (lebih dari 4 m/s) pada ketinggian 24 m.
Energi angin adalah sumber energi yang ramah lingkungan, karena ditenagai oleh angin, sumber ini tidak mengotori udara kayaknya pembangkit yang mengandalkan pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara atau gas alam. Turbin angin juga tidak melemparkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Yang tak kalah penting, energi angin bergantung pada tenaga angin yang dapat diperbarui (dan mungkin tidak akan habis, selama kondisi iklim tidak berubah secara drastis). Dari sisi keekonomian, energi angin merupakan salah satu teknologi energi terbarukan paling murah saat ini.
Perkembangan energi angin di Indonesia masih sangat tertinggal dengan negara lain, Baru tahun ini Indonesia membentuk Assosiasi energi angin yang disebut Masyarakat Energi Angin Indonesia (MEAI) dengan salah satu tugas yaitu membangun kesadaran dan memberikan masukan untuk pengembangan energi angin di Indonesia.
Angin terbentuk karena matahari memanaskan permukaan bumi secara tidak merata. Energi kinetik atau energi gerak dari angin dapat digunakan untuk menjalankan turbin angin. Kecepatan angin di Indonesia pada umumnya relatif rendah berkisar antara 3-5 m/dt. Tetapi di beberapa daerah tertentu khususnya di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara barat, Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Jawa kecepatan angin diatas 5 m/dt. Meskipun secara umum kecepatan angin rendah, namun memadai untuk pembangkit listrik skala kecil yang sesuai dipasang di daerah pedesaan.
 









Intan Kurnia Sakarosa
C14100056