Rabu, 20 Februari 2013

m.k Manajemen Kualitas Air PENANGANAN LOGAM BERAT DI TELUK BUYAT SULAWESI UTARA MELAUI BIOREMEDIASI


m.k Manajemen Kualitas Air
PENANGANAN LOGAM BERAT DI TELUK BUYAT SULAWESI UTARA MELAUI BIOREMEDIASI



Disusun Oleh:

Kelompok V

                        Bayyu Adi Murangga             C14100053
                        Sita Panca Rini                        C14100054
                        Triatmaja Pramudita W.          C14100055
                        Intan Kurnia Sakarosa                        C14100056
                        Siti Kamilla                             C14100058
                        Azza Baihaqi                           C14100059
                        Fendy Bayu Israwan               C14100060
                        Safira Qisthinah A.                 C14100061
           
                       


 




           

                                                                                    





TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
I.             PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Kegiatan bioremediasi dapat diaplikasikan untuk mengurangi logam berat. Misalnya yang terjadi pada kasus teluk buyat. Teluk Buyat terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing, tailing merupakan lumpur sisa penghancuran batu tambang milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Perusahaan iini membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam  jumlah kecil. Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sangat berbahaya baik paa organisme perairan manusia dan lingkungan.
Mikroorganisme akuatik bisa dimanfaatkan untuk mengurangi  polutan di lingkungan . kegiatan pemanfaatan mikroba dalam perbaikan lingkungan biasa disebut dengan bioremediasi. Mikroorganisme ini bekerja mengurangi limbah dilingkungan dengan memproduksi dan mengeluarkan enzyme untuk mengubah polutan khususnya pada struktur kimia polutan tersebut. Kegiatan bioremediaasi terdapat tiga macam yaitu biostimulaasi, bioaugmentasi dan bioremediasi. Oleh karena itu mikroorganisme penting untuk perbaikan lingkungan khususnya pada kasus logam berat yang terdapat pada Teluk Buyat.



1.2        Tujuan
Menganalisis penyebab dan jenis pencemaran di Teluk Buyat serta memberikan solusi alternatif dalam penanganan masalah pencemaran logam berat di daerah tersebut melalui bioremediasi dengan bakteri.

1.3    Manfaat
         Mengatasi masalah pencemaran di Teluk Buyat akbiat aktivitas PT. Newmont Minahasa Raya sehingga tidak membahayakan penduduk dan organisme akuatik yang ada di daerah tersebut.























II.          GAGASAN

1.1        Deskripsi Teluk Buyat
            Teluk Buyat adalah teluk kecil yang terletak di pantai selatan Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara administratif, teluk ini berada di Kabupaten Minahasa Tenggara. Teluk Buyat berada di sisi tenggara lengan semenanjung Sulawesi bagian utara, menghadap Laut Maluku. Di sekitar teluk ini tinggal sejumlah nelayan. Sejak tahun 1996, Teluk Buyat digunakan sebagai daerah penimbunan untuk Mesel Gold Mine, dijalankan oleh PT Newmont Minahasa Raya, perusahaan cabang Newmont Mining Corporation yang memiliki saham 80%.[3] Tailing dari tambang emas itu merupakan cadas halus dan emas ditemukan di situ.Sejak tahun 1996, Newmont Mining Corporation di bawah cabangnya PT. Newmont Minahasa Raya memanfaatkan teluk ini sebagai penimbunan tailing (limbah pertambangan) untuk aktivitas pertambangan emasnya. Pada tahun 2004, penduduk setempat di wilayah tersebut memprotes beberapa masalah kesehatan tak lazim yang lebih lanjut mencurigai Newmont melanggar peraturan kadar limbah pertambangan sehingga mencemari wilayah itu dengan bahan berbahaya. Walhi, aktivis lingkungan Indonesia, mengklaim Newmont menimbun 2.000 ton tailing ke teluk itu setiap hari. Pada tahun 2004, akhirnya aktivitas pertambangan ditutup sementara pemantauan lingkungan pasca-penambangan terus berlangsung hingga tahun 2008.Jalur pipa dibangun untuk menyalurkan tailing dari daerah pertambangan ke teluk yang memanjang sekitar 900 m ke laut dan menimbun bahan intu pada kedalaman 82 m.
            Pada bulan Juli 2004, beberapa lembaga swadaya masyarakat memulai kampanye mendakwa PT Newmont Minahasa Raya mencemari Teluk Buyat dengan sengaja, yang menimbulkan efek samping pada kesehatan warga setempat. Pada pertengahan tahun 2004, kelompok nelayan setempat memohonkan penyelidikan independen kepada Pemerintah Indonesia atas kadar limbah tambang Newmont di Teluk Buyat. Nelayan setempat melihat jumlah ikan yang mati mendadak amat tinggi disertai dengan pembengkakan yang tak biasa, hilangnya ikan bandeng muda dan spesies lain di wilayah teluk. Mereka juga mengeluhkan masalah kesehatan yang tak biasa seperti penyakit kulit yang tak dapat dijelaskan, tremor, sakit kepala, dan pembengkakan aneh di leher, betis, pergelangan tangan, bokong, dan kepala. Penelitian itu menemukan beberapa logam berat seperti arsen, antimon, merkuri, dan mangan yang tersebar di sana dengan kepadatan tertinggi di sekitar daerah penimbunan.[2]Pada bulan November 2004, WALHI (LSM lingkungan) bersama dengan beberapa organisasi nirlaba (Indonesian Mining Advocacy Network, Earth Indonesia, dan Indonesian Center for Environmental Law) mengumpulkan laporan yang lebih menyeluruh atas keadaan Teluk Buyat, menyimpulkan teluk itu dicemari oleh arsen dan merkuri dalam kadar yang berbahaya, sehingga berisiko tinggi bagi masyarakat.[1] Sampel endapan dasar Teluk Buyat menunjukkan kadar arsen setinggi 666 mg/kg (ratusan kali lebih besar daripada Kriteria Kualitas Perairan Laut ASEAN yang hanya 50 mg/kg) dan kadar merkuri rata-rata 1000 µg/kg (standar yang sama menetapkan 400 µg/kg). Dibandingkan dengan sampel kontrol alami dari tempat yang tak dipengaruhi penimbunan limbah pertambangan, studi itu juga menyimpulkan bahwa kadar arsen dan merkuri itu tidak alami dan satu-satunya sumber yang mungkin adalah dari penimbunan limbah pertambangan Newmont. Merkuri dan arsen tertumpuk di berbagai organisme hidup di Teluk Buyat termasuk ikan yang dimakan setiap hari oleh penduduk setempat. Kesehatan manusia berada dalam bahaya dan laporan itu merekomendasikan konsumsi ikan harus dikurangi secara signifikan dan mungkin relokasi penduduk ke daerah lain.Pada tahun 1994, AMDAL Newmont menegaskan adanya lapisan termoklin pada kedalaman 50–70 meter sebagai penghalang bagi tailing untuk bercampur dan menyebar di Teluk Buyat. Walaupun demikian, WALHI tak menemukan lapisan yang dimaksud.

1.2        Kasus Pencemaran Teluk Buyat
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante.           
Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat kegiatan perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost. Seharusnya ini menjadi biaya internal bagi perusahaan tersebut
Sejak 1986 – 2003, PT Newmont Minahasa Raya meninggalkan beban derita terhadap warga Teluk Buyat dan kerusakan lingkungan hidup yang tergolong berat. Hal ini diperkuat dalam Laporan Resmi Tim Teknis Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Teluk Buyat – Teluk Ratatotok (2004). Dalam laporan itu, disebutkan:
1.      Berlawanan dengan klaim PT Newmont Minahasa Raya, lapisan “pelindung” termoklin tidak ditemukan pada kedalaman 82 meter.
2.      Teluk Buyat TERCEMAR Arsen dan merkuri berdasarkan ASEAN Marine Water Quality Criteria 2004.
3.      Sumber (pencemaran) Arsen dan Merkuri di Teluk Buyat adalah limbah tambang PT Newmont Minahasa Raya, BUKAN alamiah.
4.      Keanekaragaman hayati kehidupan laut di Teluk Buyat MENURUN akibat pencemaran Arsen.
5.      Terjadi akumulasi (penumpukan) Merkuri dalam makhluk dasar laut (benthos) di Teluk Buyat.
6.      Kadar Merkuri dalam ikan beresiko (kesehatan) bagi penduduk Teluk Buyat.
7.      Kadar Arsen dalam ikan beresiko (kesehatan) bagi penduduk Teluk Buyat.
8.      Upaya Pembersihan (clean-up) di Teluk Buyat perlu dilakukan berdasarkan tingkat ancaman terhadap kesehatan manusia (human health hazard)
9.      Kadar Arsen dalam air minum melampaui baku mutu PERMENKES
10.  Kadar Logam Berat dalam udara di Dusun Buyat Pante secara keseluruhan paling tinggi dibandingkan desa lainnya.
11.  Pembuangan limbah tambang PT Newmont Minahasa Raya MELANGGAR undang-undang pengelolaan limbah beracun.
Deskripsi di atas, memperkokoh argumentasi bahwa PT Newmont Minahasa Raya telah mencemari Teluk Buyat. Karenanya, Tim Teknis Penanganan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Teluk Buyat – Teluk Ratatotok, merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Disarankan dilakukan pemantauan Teluk Buyat oleh pihak PT. Newmont Minahasa Raya dan juga pemerintah sampai dengan 30 tahun yang akan datang.
2.      Masyarakat setempat yang terkena penyakit mempunyai gejala yang sama dengan gejala yang diakibatkan  terpapar oleh Arsen.
3.      Kondisi Teluk Buyat dikategorikan mempunyai resiko tinggi terhadap kesehatan manusia dengan adanya ikan yang mengandung Arsen dan Merkuri, maka disarankan untuk mengurangi konsumsi ikan yang berasal dari Teluk Buyat.
4.      Perlu dipertimbangkan untuk merelokasi penduduk dusun Buyat Pante ke tempat lain.
5.      Perlu dilakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya.
6.      Kajian hukum tim teknis merekomendasikan pemerintah untuk selanjutnya melarang pembuangan limbah tambang (tailing) ke laut.
Hal ini mendorong WALHI untuk menggugat PT Newmont Minahasa Raya dengan tuduhan merusak lingkungan dan meresahkan masyarakat. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:
(1) Prosedur dan lokasi Sistem Pembuangan Tailing Dasar Laut (SPDTL) yang berada di lapisan awal zona termoklin yaitu pada kedalaman 82 (delapan puluh dua) meter, tidak berada dibawah lapisan termoklin (kedalaman 150 meter). Sehingga tailing terdispersi dan dapat ditemukan pada kedalaman 20 (dua puluh) meter serta sudah tersebar pada radius 3,5 km dari mulut pipa pembuangan tailing;
(2) Pembuangan tailing yang salah, menyebabkan kerusakan ekosistem laut berupa: (a) kekeruhan yaitu pada zona euphotic, di mana pada zona tersebut terdapat lingkungan fitoplankton (produsen) yang butuh sinar matahari sebagai proses fotosintesis; (b) Penurunan jumlah  dan kualitas keberadaan terumbu karang di Teluk Buyat; (c) Bioakumulasi (penumpukan terus menerus di dalam tubuh mahkluk hidup) dari sedimen pada biota laut di daerah euphotic; (d)Penurunan kandungan bentos dan plankton (fitoplankton dan zooplankton) akibat tingginya kadar Arsen (As) pada sedimen di Teluk Buyat; dan (e) Kematian ikan dalam jumlah lebih dari 100 ekor di sekitar pipa pembuangan tailing di Teluk Buyat maupun terdampar di pantai.
(3) Kesehatan masyarakat Buyat yang menurun dan berbagai macam penyakit menyerang tubuh mereka, akibat konsumsi air minum dan ikan yang mengandung logam berat (As dan Mn);
(4) Tidak adanya surat ijin dari Kementerian Lingkungan HIdup dalam pembuangan limbah ke laut maupun pengolahan limbah (B3).
Dalam gugatan legal standing ini, WALHI menuduh PT Newmont Minahasa Raya telah melakukan perbuatan melawan hukum atas pasal 41 (1) junto pasal 45,46,47 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pencemaran Llingkungan, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Uniknya, dalam proses persidangan, tepatnya pada tanggal 12 Juni 2007, PT Newmont Minahasa Raya menggugat balik WALHI senilai US$ 100.000 (setara Rp 9 Miliar, dengan asumsi 1 US$ = Rp 9.000).
Menanggapi gugatan balik PT Newmont Minahasa Raya, WALHI menyatakan bahwa gugatan legal standing-nya merupakan ikhtiar konkret penegakan hukum demi melindungi warga dari kerusakan lingkungan. Kematian Andini (6 bln), Abdul Rizal Modeong (14 thn), Ny Fatma, dan penyakit yang diderita oleh warga lainnya di dusun Buyat Pante dan Kampung Buyat, adalah fakta yang tidak bisa disangkal, bahwa penderitaan mereka bukanlah penyakit biasa, dan terkait erat dengan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya.

1.3           Logam Berat Kromium, Cadmium, dan Timbal
Logam berat memiliki kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaan antara logam berat dan logam-logam yang lain adalah pengaruh yang dihasilkan jika diberikan ke tubuh organisme. Karakteristik yang dimiliki oleh logam berat antara lain memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (lebih dari 4), mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta unsur laktanida dan aktinida, dan mempunyai respon biokimia yang spesifik pada organisme hidup. Logam berat dikenal sebagai bahan beracun. Namun, logam berat juga diperlukan oleh tubuh organisme hidup dalam jumlah yang sedikit. Contoh logam berat adalah air raksa (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb) dan crom (Cr). Adapaun jumlah logam berat yang sedikit dibutuhkan oleh tubuh organisme, jika terlalu banyak akan mengakibatkan keracunan pada organisme tersebut. Apabila kebutuhan logam berat yang kecil tidak terpenuhi maka berakibat fatal terhadap kelangsungan makhluk hidup. Kebutuhan akan logam berat ini menyebabkan logam berat dinamakan logam berat essensial. Contoh logam berat essensial adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni). Sumber logam berat dalam perairan adalah sumber alamiah dan dari aktivitas manusia misalnya buangan industri ataupun buangan rumah tangga (Sudarwin 2008).
Cromium (Cr) adalah salah satu logam transisi yang penting. Kromium memiliki ciri yakni senyawa kompleks, warna menarik, berkilau, titik lebur di suhu tinggi dan tahan terhadap perubahan cuaca. Kromium biasa digunakan untuk industri, electroplating, penyamakan kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja, dan industri kimia. Namun, kromium juga dapat menimbulkan kerugian bagi lingkungan (tanah, udara dan air). Air yang mengandung kromium sangat berbahaya karena ion logam ini dapat berubah menjadi ion krom yang bervalensi enam yang bersifat racu (toksik). Ion logam bervalensi enam bersifat racun (toksik) karena jika terakumulasi dalam tubuh maka krom dapat merusak sel-sel dalam tubuh dan menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Perbedaan antara kromium bervalensi tiga dan bervalensi enam yaitu kromium yang bervalensi tiga merupakan logam yang essensial bagi mammalia untuk metabolisme gula, protein, dan lemak. Kromium bervalensi tiga lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu besar. Sedangkan kromium bervalensi enam bersifat sangat oksidatif. Batas maksimum krom (VI) dalam air sehat adalah 0.05 mg/L sedangkan dalam limbah 0,1 mg/L (Harhani et al. 2009).
            Timbal (Pb) memiliki ciri yakni berat atom 207,21, berat jenis sebesar 11,34, bersifat lunak, dan berwarna biru atau silver abu-abu, nomor atom 82 memiliki titik leleh 327,4OC  dan titik didih 1.620OC. Berat jenis timbal lebih besar lima kali dari berat jenis air. Oleh karena itu timbal disebut dengan trace metals. Timbal umumnya ditemukan pada batu-batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal yang bersifat anorganik sebanyak 95% dan dalam bentuk garam anorganik yang kurang larut dalam air. Timbal tidak larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik misalnya lipid. Pemanfaatan timbal dalam kehidupan manusia adalah bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik, dan peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit,/CB untuk komputer). Timbal banyak ditemukan di daerah industri, jalan raya, dan tempat pembuangan sampah. Oleh karena itu, timbal sangat mudah untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Proses masuknya timbal ke tubuh manusia antara lain melalui saluran pernapasan (respirasi) dan saluran pencernaan (gastrointestinal). Timbal dapat menyerang beberapa organ dalam tubuh organisme yakni hemopoietik (sistem darah), sistem syaraf, ginjal, sistem gastrointestinal, sistem kardiovascular, sistem reproduksi dan endokrin, dan karsinogenik (Sudarwin 2008).
            Kadmium (Cd) memiliki ciri-ciri antara lain logam putih, mudah dibentuk, lunak, berwarna biru, titik didih relatif rendah (767OC), mudah terbakar, dan membentuk asap kadmium oksida. Kadmium dan garam kadmium banyak digunakan pada pabrik untuk proses produksinya. Pemanfaatannya adalah untuk proses fotografi, gelas dan campuran perak, produksi foto-elektrik, foto-konduktor dan fosforus. Keberadaan kadmium tergantung pada logam Pb dan Zn. Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara memakan makanan yang tercemar serta meminum minuman yang tercemar. Pengukuran kadmium intake ke dalam tubuh manusia dilakukan dengan pengukuran kadar Cd dalam makanan yang dimakan atau kandungan Cd dalam feses (Sudarwin 2008).





1.4        Bioremediasi dengan Bakteri
Kasus Teluk Buyat di Sulawesi Utara adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan. Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan (Sutjahjo 2010). Tailing hasil penambangan misalnya penambangan emas mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lain-lain. Logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Salah satu alternatif pencegahan pencemaran dengan logam-logam berat yang termasuk dalam B3 tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site meliputi pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sedangkan pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Selanjutnya dilakukan bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri) yang bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) (Sutjahjo 2010). Bioremediasi merupakan salah satu langkah alternatif penanganan limbah perairan. Bioremediasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya, memanfaatkan agen biologi yang ada di alam sehingga dapat menghemat biaya, dapat mencegah kerusakan lingkungan, penyisihan buangannya permanen dan menghapus resiko jangka panjang, dan dapat digabung dengan teknik pengolahan lain. Sedangkan kekurangannya, terdapat pengotoran toksik, membutuhkan pemantauan yang ekstensif, berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal, tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi, dan adanya batasan konsentrasi polutan yang dapat ditolerir oleh organisme (Citroreksoko 1996).
Teknik bioremediasi dapat dilakukan yaitu melalui pemanfaatan agen biologi berupa tumbuhan air atau bakteri. Misalnya Microccocus, Corynebacterium, Phenylo- bacterium, Enhydro- bacter, Morrococcus, Flavobacterium,  Bacillus,  Staphylococcus, dan  Pseudomonas, yang dapat mendegradasi  logam  Pb (misalnya pada tailing dari hasil kasus buyat), serta nitrat, nitrit, bahan organik, sulfida, kekeruhan, dan amonia di dalamnya (Priadie 2012). Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis bahan organik menjadi senyawa lain. Proses ini didasarkan pada siklus karbon, sehingga bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang digunakan (mikroba, tanaman, atau hewan) dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu (Citroreksoko 1996).




















III.       KESIMPULAN

           Kasus pencemaran Teluk Buyat di awali pada  tahun 1986 hingga tahun 2012. Hingga saat ini masalah Pencemaran di Teluk Buyat menjadi masalah yang cukup rumit bagi pemerintah dan penduduk sekitar. Pencemaran ini diakibatkan oleh tailing dari PT. Newmont Minahasa Raya yang berada 20 meter dari permukaan laut. Tailing tersebut mengalami dispersi dan mencemari area laut. Penecemaran tersebut menyebabkankerusakan ekosistem laut, kematian ikan lebih dari 100 ekor di sekitar pipapembuangan di Teluk Buyat, kesehatan bagi penduduk sekitar. Solusi dari masalah ini adalah bioremediasi denga bakteri yang dapat mendegradasi logam berat yang ada di Teluk Buyat akibat aktivitas PT. Newmont Minahasa Raya. Bakteri yang dapat digunakan untuk bioremediasi adalah Microccocus, Corynebacterium, Phenylo-bacterium, Enhydro-bacter, Morrococcus, Flavobacterium, Bacillus, Staphylococcus, dan Pseudomonas. Meskipun tidak semua logam berat dapat terdegradasi semua namun setidaknya dapat mengurangi logam berat yang terdapat dalam Teluk Buyat.





















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Kasus Pencemaran Teluk Buyat. [http://www.news.detik.com] 27 September 2006

Christian. 2008.Pencemaran Teluk Buyat. [http://www. pencemaran-teluk-buyat-oleh-pt-newmont] 24 Agustus 2011

Citroreksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding pelatihan dan lokakarya: peranan bioremediasi dalam pengelolaan lingkungan (Cibinong, 24-28 Juni 1996). Puslitbang Bioteknologi LIPI, BBPT, dan Hanns Seidel Foundation: Cibinong, Bogor. Hal. 1-1 1.

Hariani, Poedji L et al. 2009. Penurunan Konsentrasi Cr (VI) dalam Air dengan Koagulan FeSO4. Jurnal penelitian sains. Jurusan kimia FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan. Volume 12(2).

Priadie, Bambang. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran air. Jurnal Ilmu Lingkungan 10(1): 135-145.

Sutjahjo, S.H. 2010. Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan pada Lingkungan.[http://www.metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/09/03/72/Dampak-Negatif-Kegiatan-Pertambangan-pada-Lingkungan]. 2 Desember 2012.


Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) Pada Sedimen Aliran Sungai Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang

Veronica. 2003. Kasus Buyat. [http://www.kumurur.blogspot.com] 19 Agustus 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar