Menanti riset potensi angin
Adanya
peningkatan kebutuhan akan energi termasuk BBM, listrik dan lain lain. Sehingga
perlu dipikirkan tentang usaha-usaha penghematan atas penggunaan energi minyak
bumi, gas dan batubara yang merupakan sumber daya energi alam (fosil) yang
terbatas/ akan habis dan tak dapat diperbaharui itu dengan sumber daya energi
baru dan terbarukan yang pada umumnya sumber daya non fosil yang dapat
diperbaharui atau bila dikelola dengan baik maka sumber dayanya tidak akan
habis. Sumber energi yang termasuk baru adalah energi angin, energi surya dan
energi samudra, sedang yang termasuk dalam energi terbarukan adalah biomassa,
panas bumi, tenaga air dan energi nuklir.
Kapasitas
sistem penyediaan energi listrik masih selalu lebih rendah dari daya yang
dibutuhkan. Beda antara daya yang dibutuhkan dan kapasitas sistem penyedia daya
selalu bertambah besar. Kondisi ini merupakan tantangan yang harus dihadapi
dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi yang ada.
Negara
Indonesia sebagai negara agraris jika di rinci lebih lanjut juga “diuntungkan”
dengan energi angin. Turbin angin bisa dibangun di atas lahan sawah atau ladang
kebun karena tiangnya tidak banyak membutuhkan ruang, sehingga tidak mengganggu
kegiatan pertanian/perkebunan. Ditambah lagi, pemilik instalasi turbin bisa
menyewa lahan dari petani/pemilik lahan sehingga mendatangkan pemasukan bagi
petani di pedesaan, di mana tenaga angin biasanya berada.
Akan tetapi, bukan berarti energi
angin tidak memiliki kerugian. Investasi awal pembangunan turbin angin dinilai
lebih besar daripada membangun generator bahan bakar fosil. Tantangan lainnya
adalah, tiupan angin bersifat sporadis, dan tidak selalu ada ketika dibutuhkan.
Energi angin juga tidak bisa disimpan, kecuali dilengkapi dengan aki. Lokasi
energi angin biasanya terletak di pedesaan, padahal kebutuhan energi listrik
lebih banyak di perkotaan sehingga ada kendala transportasi energi.
Dari sisi lingkungan, meski energi
angin relatif bersih, banyak kasus baling-baling kincir angin membunuh populasi
burung, dan mengeluarkan polusi suara yang mengganggu. Namun, seperti halnya
masalah pada energi nuklir (dan tentu masalah dalam hidup pada umumnya),
persoalan tersebut tidak seharusnya dihindari, bukan? Mari cari pemecahannya.
Sementara yang mendukung bersikap
optimistis: masalah nuklir itu adalah masalah yang harus dipecahkan, bukan
dihindari. Apalagi, kebutuhan energi kita kian membubung seiring pertumbuhan
populasi. Negara-negara Eropa dan kemudian Asia seperti China, Korea, dan
Jepang sudah lebih dulu bertindak dengan nuklir. Prancis bahkan begitu
mengandalkan nuklir: sekitar 75% produksi energi listrik domestiknya berasal
dari nuklir. Karenanya tidak heran jika kemudian pemerintah tetap bersikukuh
pada rencana pembangunan PLTN.
Namun, saya belum akan membahas
masalah nuklir di sini, melainkan salah satu potensi yang relatif lebih “aman”
namun belum tergali: tenaga angin.
Dengan kontur lanskap yang kaya, Indonesia seharusnya
juga memiliki peluang untuk menikmati potongan kue energi dari angin.
Sayangnya, masih minim sekali riset potensi angin sebagai sumber energi
terbarukan. Di Bukit Mundi, Desa Klumpu, Nusa Penida, penelitian terowongan
angin malah dinilai gagal karena pada kenyataannya kincir yang sudah telanjur
dibangun hampir tidak pernah berputar.
Penelitian terakhir yang dilakukan BMG adalah 16 tahun
lalu, itu pun tanpa memerinci potensi kapasitasnya (hanya penelitian kecepatan
angin). Padahal, dari hasil penelitian kecepatan angin, rata-rata wilayah yang
disurvei memiliki kecepatan skala sedang (3-4 meter per detik) hingga besar
(lebih dari 4 m/s) pada ketinggian 24 m.
Energi angin adalah sumber energi
yang ramah lingkungan, karena ditenagai oleh angin, sumber ini tidak mengotori
udara kayaknya pembangkit yang mengandalkan pembakaran bahan bakar fosil
seperti batu bara atau gas alam. Turbin angin juga tidak melemparkan emisi gas
rumah kaca ke atmosfer. Yang tak kalah penting, energi angin bergantung pada
tenaga angin yang dapat diperbarui (dan mungkin tidak akan habis, selama kondisi
iklim tidak berubah secara drastis). Dari sisi keekonomian, energi angin
merupakan salah satu teknologi energi terbarukan paling murah saat ini.
Perkembangan energi angin di
Indonesia masih sangat tertinggal dengan negara lain, Baru tahun ini Indonesia membentuk
Assosiasi energi angin yang disebut Masyarakat Energi Angin Indonesia (MEAI)
dengan salah satu tugas yaitu membangun kesadaran dan memberikan masukan untuk
pengembangan energi angin di Indonesia.
Angin terbentuk karena
matahari memanaskan permukaan bumi secara tidak merata. Energi kinetik atau
energi gerak dari angin dapat digunakan untuk menjalankan turbin angin.
Kecepatan angin di Indonesia pada umumnya relatif rendah berkisar antara 3-5
m/dt. Tetapi di beberapa daerah tertentu khususnya di Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara barat, Sulawesi Selatan dan Pantai Selatan Jawa kecepatan angin diatas
5 m/dt. Meskipun secara umum kecepatan angin rendah, namun memadai untuk
pembangkit listrik skala kecil yang sesuai dipasang di daerah pedesaan.
Intan
Kurnia Sakarosa
C14100056
Tidak ada komentar:
Posting Komentar